BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua di dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal wajar yang akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang (Nugroho, 2000). Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides,1994 dalam Nugroho, 2000).
Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar (Nugroho, 2000). Sesuai dengan sensus penduduk tahun 1990, sebanyak 55,7% golongan umur lansia memegang peranan sebagai kepala keluarga dan lebih dari 60% tidak pernah mengenyam pendidikan formal di sekolah yang memadai. Tingkat partisipasi saat aktif bekerja adalah di bawah 50%, khususnya pada usia di atas 60 tahun (Nurkusuma, 2001).
Dengan demikian dapat dilihat dalam beberapa dekade terakhir ini usia atau angka harapan hidup penduduk Indonesia telah meningkat karena adanya peranan pada lansia meski memiliki pendidikan rendah dan sudah usia lanjut. Di samping peningkatan angka harapan hidup, jumlah dan proporsi kelompok lanjut usia di negara kita pun menunjukkan kecenderungan meningkat yaitu 5,3 juta jiwa atau 4,48% pada tahun 1971, 12,7 juta jiwa atau 6,65% pada tahun 1990 dan akan meningkat tajam menjadi 28,8 juta jiwa atau 11,34% pada tahun 2010 nanti.
Seiring dengan bertambah lanjutnya usia, pola dan gaya hidup lansia juga akan berubah, seperti misalnya mereka akan menikmati waktu luang lebih banyak karena aktivitas sehari-hari yang mungkin menurun sejalan dengan bertambahnya usia (Hamid, 2001). Maka untuk menangani masalah kesehatan lansia, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan/program yang diterapkan oleh puskesmas. Program pelayanan lansia disebut juga posyandu lansia (Depakes RI, 1991 dalam Effendi, 1998). Di Medan sendiri, program ini telah dijalankan di Puskesmas Darussalam.
Dari hasil observasi dan data yang didapat dari puskesmas tentang program pelayanan lansia Sepanjang tahun 2005, hampir seluruh program dapat terlaksana kecuali pemeriksaan Hb. Untuk itu, peneliti ingin mengetahui sejauh mana pengaruh program pelayanan posyandu lansia terhadap peningkatan kesejahteraan lansia yang diukur dari tingkat kepuasan lansia di daerah binaan puskesmas Darussalam Medan.
BAB II
ISI JURNAL
ABSTRACT
posyandu's service program far advanced in years is one program which established by government to increase lansia's health at society that carried on by puskesmas. This service program have as been assessed evaluation material. But up to now haven't available tool applicabling to assess that service. Applicable up to now is by judging satisfaction zoom lansia. Satisfactory zoom will worked up on lansia who get good service. This research intent for identifying posyandu lansia's service program relationship to increase satisfaction lansia by use of correlations descriptive design. This research constitute descriptive research correlation with sample as much 67 lansia that gets age upon 60 years, within hearing and get communication with indonesian and have gotten posyandu lansia's service of puskesmas Darusalam is Field. Determination foots up sample by take 10% of populations visitor which is 667 visitors up to years 2005. Data collecting is done on May 23 2006 until 6th June 2006 by tech interview which utilize kuesioner covers datas demography, posyandu lansia's service program, and lansia's satisfaction zoom.
Of research gotten by result that all respondent (100%) getting service be and respondent majority (77,6%) dissatisfy, 19,7% perceive to please and 3% perceive really pleased. posyandu lansia's service program have relationship with appreciative subjective force rather low whereabouts r = 0.483 (r = 0.2–0.4 = rather low) and has relationship that wherewith with signifikan's point p on quiz two aim is 0,000 (p<0. 025).
ABSTRAK
Program pelayanan posyandu lanjut usia adalah sebuah program yang ditetapkan oleh emerintah untuk meningkatkan kesehatan lansia di masyarakat yang dijalankan oleh puskesmas. Program pelayanan ini harus dinilai sebagai bahan evaluasi. Namun hingga kini belum ada alat yang dapat digunakan untuk menilai pelayanan tersebut. Yang dapat digunakan hingga kini adalah dengan menilai tingkat kepuasan para lansia. Tingkat kepuasan akan meningkat pada lansia yang mendapat pelayanan yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan program pelayanan posyandu lansia terhadap tingkat kepuasan lansia dengan menggunakan desain deskriptif korelasi.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi dengan sampel sebanyak 67 lansia yang berusia di atas 60 tahun, dapat mendengar dan berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dan telah mendapatkan pelayanan posyandu lansia dari puskesmas Darusalam Medan. Penentuan jumlah sampel dengan mengambil 10% dari populasi pengunjung yaitu 667 pengunjung selama tahun 2005. Pengumpulan data dilakukan pada 23 Mei 2006 sampai 6 Juni 2006 dengan teknik wawancara yang menggunakan kuesioner meliputi data demografi, program pelayanan posyandu lansia, dan tingkat kepuasan lansia. Dari penelitian diperoleh hasil bahwa semua responden (100%) mendapatkan pelayanan sedang dan mayoritas responden (77,6%) tidak puas, 19,7% merasa puas dan 3% merasa sangat puas.
Program pelayanan posyandu lansia memiliki hubungan dengan nilai kekuatan hubungan agak rendah di mana r = 0.483 (r = 0.2–0.4 = agak rendah) dan memiliki hubungan yang bermakna dengan nilai signifikan p pada uji dua arah adalah 0,000 (p<0.025).
BAB III
PEMBAHASAN
A. JUDUL PENELITIAN DAN IDENTITAS PENELITI
Judul ;
Hubungan Program Pelayanan Posyandu Lansia Terhadap Tingkat Kepuasan Lansia Di Daerah Binaan Puskesmas Darussalam Medan
Peneliti ;
1. WIRDASARI HASIBUAN, beliau Merupakan mahasiswa S1 program S1 Keperawatan PSIK FK USU
2. ISMAYADI, Beliau merupakan dosen keperawatan komunitas PSIK FK USU
B. TUJUAN PENELITIAN
1) Mengidentifikasi pelaksanaan program pelayanan posyandu lansia di Puskesmas Darussalam Medan.
2) Mengidentifikasi tingkat pelayanan program posyandu lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan.
3) Mengidentifikasi tingkat kepuasan lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan.
4) Mengidentifikasi hubungan program pelayanan posyandu lansia terhadap tingkat kepuasan lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan.
C. METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan program pelayanan posyandu lansia terhadap tingkat kepuasan lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan.
Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian adalah para lansia yang mendapatkan pelayanan program posyandu lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam. Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus penentuan sampel menurut Nursalam (2003) yaitu dengan rumus 10% dari populasi jika populasi kurang dari 1000.
Dari data jumlah populasi pengunjung lansia di Puskesmas Darussalam selama tahun 2005 ditemukan jumlah pengunjung sebanyak 668 lansia. Maka sampel yang dibutuhkan adalah 67 lansia. Pengambilan sampel dilakukan dengan Menggunakan cara convenience sampling yang dilakukan dengan mengambil responden yang tersedia pada saat itu dan telah memenuhi kriteria sampel yang telah ditentukan terlebih dahulu (Notoatmojo, 1993). Kriteria yang telah ditentukan untuk subyek penelitian adalah (1) lansia yang mendapatkan pelayanan posyandu lansia dari Puskesmas Darussalam, (2) dapat berinteraksi dengan menggunakan bahasa Indonesia, (3) berusia di atas 60 tahun, dan (4) bisa mendengar.
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25 Mei hingga 6 Juni 2006 di Puskesmas Darussalam Medan. Alasan peneliti memilih Puskesmas Darussalam Medan sebagai tempat penelitian karena merupakan puskesmas yang melaksanakan program posyandu lansia dengan angka pengunjung lansia yang cukup tinggi.
Pertimbangan Etik
Peneliti langsung memberikan lembar persetujuan penelitian pada responden, agar responsen mengetahui maksud dan tujuan penelitian. Pada responden yang bersedia diteliti maka terlebih dahulu harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner). Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2001).
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini digunakan dalam bentuk kuesioner. Kuesioner ini dibagi menjadi 3 bagian, bagian pertama adalah tentang data demografi. Bagian kedua adalah data pelayanan posyandu yang diterima klien.
Kuesioner ini merupakan pengembangan dari pengukuran kinerja pelayanan dan program pelayanan posyandu lansia. Bagian ketiga adalah data tingkat kepuasan lansia yang merupakan pengembangan dari faktor-faktor yang Mempengaruhi tingkat kepuasan jasa pelayanan kesehatan menurut Muninjaya (2004) yang terdiri dari 7 faktor yaitu pemahaman konsumen, empati, biaya, pelayanan fisik, jaminan keamanan, keterampilan dan kecepatan, dan juga merupakan modifikasi dari instrumen penelitian oleh Simatupang (2005) yang juga memodifikasi dari tinjauan pustaka A study to determine patient satisfaction with nursing care (Mc Coll. E,Thomas. L, Bond. S, 1996). Kuesioner ini menggunakan skala Likert. Pada skala Likert setiap pernyataan akan mempunyai skor (nilai) antara lain Sangat Puas = 4,Puas = 3, Tidak Puas = 2, dan Sangat Tidak Puas = 1.
Reliabilitas Instrumen
Peneliti terlebih dahulu melakukan uji reliabilitas pada instrumen penelitian. Uji reliabilitas dilakukan kepada 10 responden. Untuk kuesioner data pelayanan posyandu lansia menggunakan uji KR-20 karena jumlah pertanyaan ganjil dan bersifat dikotomi di mana nilai r hasil 0.65 lebih besar dari nilai r tabel (0.63), maka instrument ini dikatakan reliabel. (Arikunto,2002). Untuk kuesioner tingkat kepuasan menggunakan formula Cronbach Alpha karena instrumen ini Menggunakan skala Likert. Kemudian dengan menggunakan formulasi dalam program SPSS versi 12.0 hasil uji bernilai 0.868 dan dikatakan reliabel (r > 0.700) (Arikunto, 2002).
Pengumpulan Data
Pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara), kemudian permohonan izin yang telah diperoleh dikirimkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan. Lalu bersama surat rujukan dari Dinas Kesehatan Kota Medan surat izin tersebut dikirimkan ke tempat penelitian yaitu Puskesmas Darussalam Medan. Setelah mendapat izin, peneliti melakukan pengumpulan data penelitian. Peneliti menemukan responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Setelah mendapatkan responden, selanjutnya peneliti menjelaskan pada calon responden tersebut tentang tujuan, manfaat, dan pengisian kuesioner, kemudian calon responden yang bersedia menjadi responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan. Untuk pengisian kuesioner dilakukan oleh peneliti melalui teknik wawancara kepada responden selama 10–15 menit. Peneliti mengisi kuesioner sesuai dengan jawaban responden.
Analisis Data
Setelah data terkumpul, maka analisis data dilakukan melalui pengolahan data secara Komputerisasi dengan menggunakan program SPSS versi 12.0 untuk mengkolerasikan program pelayanan posyandu lansia terhadap tingkat kepuasan lansia. Pada pelayanan posyandu lansia, setiap jawaban “ya” maka akan mendapat skor 1 dan yang “tidak” mendapat skor 0. Tipe nilai ini ada 7 pertanyaan. Pada pertanyaan nomor 5, setiap pelayanan yang “diterima” bernilai 1 dan yang “tidak diterima” bernilai 0. Tipe nilai ini ada 11 pertanyaan. Untuk pertanyaan nomor 9, nilai 1 untuk pilihan “antara 6–10 ” dan nilai 0 untuk pilihan “antara 1–5”. Jadi untuk keseluruhan nilai tertinggi 7 + 11 + 1 = 19 dan terendah 0. Pelayanan ini dibagi 3 kategori yaitu baik, sedang, dan buruk. Kategori program pelayanan posyandu lansia adalah: 0 –6 = buruk, 7–13 = sedang, 14–19 = baik.
Sedangkan pada kuesioner tingkat kepuasan lansia terdiri dari 21 pertanyaan dengan rentang nilai tertinggi 84 dan terendah 21. Dengan menggunakan empat kategori yaitu sangat puas, puas, tidak puas dan sangat tidak puas. Dengan demikian, maka kategori tingkat kepuasan lansia adalah: 21–37 = sangat tidak puas, 38–63 =tidak puas, 64–70 = puas, dan 71–84 =sangat puas.
Data demografi disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentasi. Hasil analisis data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi untuk melihat gambaran program pelayanan posyandu lansia dan tingkat kepuasan lansia. Pengaruh program pelayanan posyandu lansia terhadap tingkat kepuasan lansia akan dianalisis secara statistic dengan menggunakan uji korelasi Pearson’s Product Moment.
Hasil dari analisis korelasi ini adalah nilai koefisien korelasi (r). Nilai r menginterpretasikan kekuatan hubungan. Jika nilai r sebesar 0.8–1.0 maka interpretasinya tinggi, 0.6–0.8 maka nilai interpretasinya cukup, 0.4–0.6 maka nilai interpretasinya agak rendah, 0.2–0.4 maka nilai interpretasinya rendah, dan 0.0–0.2 nilai interpretasinya tidak terkorelasi. (Arikunto, 2002). Untuk mengetahui hasil uji hipotesis melalui uji statistik dengan menggunakan nilai signifikan α (alpha) 0.05. Kemudian dengan menggunakan uji hipotesis dua arah sehingga p dibagi menjadi 2 yaitu 0.025. Jika p<0.025 maka Ha diterima (ada hubungan) (Wahyuni,2004).
D. HASIL PENELITIAN
Hasil Penelitian
Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian mengenai hubungan program pelayanan posyandu lansia terhadap tingkat kepuasan lansia melalui proses pengumpualan data dari tanggal 23 Mei 2006 sampai 6 Juni 2006 terhadap 67 orang responden di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan. Penyajian data hasil penelitian meliputi deskripsi karakteristik responden, program pelayanan posyandu lansia dan tingkat kepuasan lansia.
Deskripsi Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan (N=67)
karateristik Frekuensi Presentase ( % )
Usia
60-70 tahun 40 59,7
Di atas 70 Tahun 27 40,3
Jenis Kelamin
Pria 34 50,7
wanita 33 49,3
Status perkawinan
Belum menikah 0 0
Menikah 40 70,1
Janda/Duda 20 29,9
Agama
Islam 26 38,8
Protestan 39 58,2
Katolik 2 3
Budha 0 0
Hindu 0 0
Pendidikan
SD 25 37,5
SMP 17 25,4
SMA 14 20,9
Akademi Sarjana 11 16,4
Suku
Batak 43 64,2
Melayu 1 1,5
Jawa 13 19,4
Lain – lain 10 14,9
Program Pelayanan
Tabel 2. Distribusi frekuansi dan persentase program pelayanan posyandu lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan (N=67)
Program
pelayanan Frekuensi Presentase ( % )
Buruk 0 0
Sedang 67 100
baik 0 0
Tingkat Kepuasan Lansia
Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase tingkat kepuasan lansia di Puskesmas Darussalam Medan (N=67)
Tingkat kepuasan frekuensi Presentase (%)
Sangat puas 2 3
Puas 13 19,4
Tidak puas 52 77,6
Sangat tidak puas 0 0
Hubungan Program Pelayanan Posyandu Lansia terhadap Tingkat Kepuasan Lansia
Tabel 4. Hasil analisis hubungan antara program pelayanan posyandu lansia dengan tingkat kepuasan lansia (N=67)
Tingkat kepuasan frekuensi Presentase (%)
Sangat puas 2 3
Puas 13 19,4
Tidak puas 52 77,6
Sangat tidak puas 0 0
Pembahasan
Dari data hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang hubungan program pelayanan posyandu lansia dengan tingkat kepuasan lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan.
Program Pelayanan Posyandu Lansia
Dari hasil distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan program pelayanan posyandu lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan, didapat bahwa lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan yang menjadi responden sebanyak 67 responden mendapatkan pelayanan posyandu lansia. Kategori pelayanan yang didapat oleh lansia-lansia tersebut adalah pelayanan sedang (100%). Hal ini menunjukkan bahwa puskesmas telah menjalankan program posyandu lansia dengan cukup baik sesuai peraturan dan ketetapan pemerintah walaupun belum dapat dikatakan baik karena ada beberapa program yang belum terlaksanakan.
Latihan atau olahraga adalah salah satu kegiatan yang belum terlaksana dengan baik di Puskesmas Darussalam Medan. Suatu penelitian yang dilakukan Henry dan Lucy (2006) yaitu menerapkan sistem keperawatan rumah dan memberikan latihan fisik pada lansia untuk mengatasi kesepiannya agar tidak jatuh depresi. Hal ini memberikan dampak yang positif pada kesehatan lansia. Apabila latihan fisik pada lansia dapat dilakukan dengan baik maka pelayanan juga dapat menjadi lebih baik dan lebih berkualitas. Pelayanan perawatan lansia yang profesional/baik harus sesuai dengan standar perawatan keperawatan seperti kualitas, sesuai kebutuhan, etika dan sebagainya (Ston, Gaite & Eigeti, 1998). Selain itu untuk menjadi pelayanan yang baik juga harus memiliki nilai efektif, produktif, efisien, puas, dan adil (Ratminta & Winarsi, 2005).
Tingkat Kepuasan Lansia
Bila dilihat dari hasil distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan tingkat kepuasan lansia, diperoleh data bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 77,6% dari 67 responden merasa tidak puas terhadap program posyandu lansia yang diberikan puskesmas. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya program posyandu lansia yang diterima oleh lansia. Serta dapat pula disebabkan karena responden yang ditemukan oleh peneliti adalah responden yang tidak mengikuti kelompok lansia yang diselenggarakan puskesmas, di mana kelompok lansia itu sendiri masih belum banyak diketahui para responden. Lansia akan menggunakan pelayanan jika sesuai dengan kebutuhannya (Notoadmojo, 1993), namun menurut lansia pada saat wawancara, lansia tersebut tidak membutuhkan kelompok lansia karena merasa terlalu tua, jadi lebih baik di rumah saja.
Semakin banyak pelayanan yang diterima oleh lansia maka tingkat kepuasan juga akan meningkat. Menurut Azwar (1996) yang dikutip oleh Awinda (2004) kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi sama sekali. Kepuasan seorang penerima jasa layanan dapat tercapai apabila kebutuhan, keinginan, dan harapan yang dapat dipenuhi melalui jasa atau produk yang dikonsumsinya. Dari hasil penelitian yang ditemukan pelayanan yang diterima para lansia masih belum optimal, sehingga tingkat kepuasannya juga tidak terlalu baik.
Hubungan Program Posyandu Lansia terhadap Tingkat Kepuasan Lansia
Hasil analisis statistik dalam penelitian ini adalah bahwa program pelayanan posyandu lansia dengan kategori baik, sedang dan buruk memiliki hubungan terhadap tingkat kepuasan lansia dengan interpretasi agak rendah (r = 0.483). Hasil hubungan antara kedua variabel adalah signifikan dengan p = 0.000 (p<0.023 pada uji dua arah), sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima, artinya terdapat hubungan antara program pelayanan posyandu lansia dengan tingkat kepuasan lansia.
Hasil ini sesuai dengan Azwar (1996) yang dikutip oleh Awinda (2004) yang menyatakan bahwa kepuasan pasien/klien bersifat subyektif berorientasi pada individu dan sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan penduduk. Kepuasan klien dapat berhubungan dengan berbagai aspek di antaranya mutu pelayanan yang diberikan, kecepatan pemberian pelayanan, prosedur serta sikap yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri. Pada penelitian yang dilakukan dengan tujuan pengembangan indeks kepuasan pasien sebagai indikator persepsi pasien terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit Islam Jakarta Timur, diperoleh hasil bahwa indeks kepuasan pasien secara bersama-sama dengan indikator pelayanan rumah sakit yang lain mampu memberikan gambaran tentang tingkat keberhasilan dan keadaan pelayanan rumah sakit.
Mutu pelayanan yang baik akan memberikan kepuasan pasien yang pada akhirnya berdampak pada kunjungan selanjutnya. Hal ini juga diungkapkan oleh lansia yang mengikuti senam lansia yang diselenggarakan oleh puskesmas di Kalimantan Barat mengatakan “Saya merasa puas dengan adanya senam lansia di kelompok lansia ini, karena saya tidak merasa kesepian lagi” (Ismuningrum, 2005). Dengan begitu dapat dilihat adanya hubungan program pelayanan posyandu lansia dengan tingkat kepuasan lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan.
E. KORELASI ANTARA ISI JURNAL DAN REALITA KLINIS
Dari hasil penelitian yang di lakukan oleh peneliti, sangat jelas terlihat hubungan antara isi jurnal dengan realita klinis di lapangan, di mana hasil yang di dapat dari penelitian, dari frekuensi dan persentase berdasarkan tingkat kepuasan lansia, diperoleh data bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 77,6% dari 67 responden merasa tidak puas terhadap program posyandu. Realitanya di klinis banyak program pelayanan posyandu yang tidak di laksanakan puskesmas lansia, serta kurangnya sosialisasi terhadap para lansia terhadap pentingnya kegiatan-kegiatan tersebut di ikuti, membuat pemahaman bagi para lansia bahwa kegiatan yang di laksanakan tidak sesuai atau bukan merupakan kebutuhan yang wajib di ikuti. Dari hasil penelitian yang ditemukan pelayanan yang diterima para lansia masih belum optimal, sehingga tingkat kepuasannya juga tidak terlalu baik hal ini sesuai dengan realita klinis yang ada di daerah binaan puskesmas Darussalam medan, juga banyak di temukan di puskesmas pelayanan lansia di daerah Sulawesi tenggara. Minimnya perhatian terhadap lansia membuat pandangan bahwa mutu pelayanan yang di berikan di puskesmas tidaklah optimal.
F. PERBANDINGAN ISI JURNAL DENGAN TEORI
Hasil yang di peroleh dari penelitian yang di laksanakan di puskesmas darussalem medan, menunjukan bahwa kenyataan yang ada isi jurnal ataupun hasil yang di dapatkan dari penelitian sangat jauh dengan teori yang ada. Dalam hal ini penerapan teori pemenuhan kebutuhan lansia oleh para ahli tidak lah di jadikan acuan dalam perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan posyandu.
“Lansia akan menggunakan pelayanan jika sesuai dengan kebutuhannya (Notoadmojo, 1993),”
Namun menurut lansia pada saat wawancara, lansia tersebut tidak membutuhkan kelompok lansia karena merasa terlalu tua, jadi lebih baik di rumah saja. Hal ini menunjukan bahwa kurangnya sosialisasi mengenai manfaat dan tujuan tiap kegiatan membuat pemahaman yang salah dari pada lansia. Seperti pula teori yang di kemukakan Menurut Azwar (1996) yang dikutip oleh Awinda (2004) ;
“ Semakin banyak pelayanan yang diterima oleh lansia maka tingkat kepuasan juga akan meningkat. kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi sama sekali.”
Kepuasan seorang penerima jasa layanan dapat tercapai apabila kebutuhan, keinginan, dan harapan yang dapat dipenuhi melalui jasa atau produk yang dikonsumsinya. Dari hasil penelitian yang ditemukan pelayanan yang diterima para ansia masih belum optimal, sehingga tingkat kepuasannya juga tidak terlalu baik.
G. MANFAAT JURNAL
Jurnal ini saya nilai sangat bermanfaat sebagai sumber informasi yang baik untuk para pembaca, juga untuk para pengatur kebijakan yang ada di posyandu lansia. serta sebagai pertimbangan untuk pelaksanaan perbaikan pelayanan posyandu lansia khususnya di daerah binaan puskesmas darussalem tersebut. Serta dapat di jadikan pedoman untuk menyusun program pelayanan posyandu dan sebagi acuan mengatur strategi pelayanaan kegiatan di seluruh posyandu yang ada di Indonesia. Agar para lansia lebih dapat merasa di perhatikan, juga mendapat pelayanan yang sesuai dan bermanfaat dengan kebutuhannya.
H. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN JURNAL
Kelebihan jurnal
1. Hasil yang di dapat dari penelitian merupakan kenyataan yang ada di lapangan. Dan dapat memperlihatkan bagaimana manajemen pengaturan posyandu lansia di puskesmas lansia darussalem.
2. Dari segi pembahasan mudah di pahami serta mudah saya akses.
3. Merupakan pengetahuan baru bagi saya.
4. Sebagai masukan untuk peneliti selanjutnya tentang keefektifan program puskesmas terhadap peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Kekurangan jurnal
1. Seharusnya peneliti menuliskan secara lengkap biografi hidupnya atau memuat alamat-alamat yang dapat di akses untuk memperoleh informasi lebih lanjut
2. Dari analisis saya , penulis tidak mencantumkan tujuan umum dan tujuan khusus Penulisan jurnal.
I. IMPLIKASI KEPERAWATAN
Isi jurnal sangat dapat di manfaatkan dan di terapkan dalam ilmu keperawatan. Khususnya di bidang keperawatan komunitas dan gerontik sebagai upaya pengembangan dan pencegahan serta promosi kesehatan pada lansia.
Hal ini dapat berupa berbagai kreativitas kegiatan dalam pelaksanaan posyandu lansia misalnya mengadakan penyuluhan kesehatan, pemberian makanan bergizi, pengaktifan kelompok lansia dengan berbagai kegiatan kesehatan dan berbagi kegiatan lain. Pada pendidikan keperawatan terutama pada bidang komunitas, isi jurnal dapat menjadi landasan agar tenaga kesehatan dapat lebih memperhatikan kebutuhan – kebutuhan lansia yang tidak hanya pada keadaan sakit tapi juga pada keadaan sehat. Terutama kebutuhan akan mengatasi kesepiannya yang merupakan masalah utama pada lansia.
BAB IV
P E N U T U P
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan mengenai hubungan program pelayanan posyandu lansia dengan tingkat kepuasan lansia di daerah binaanPuskesmas Darussalam Medan. Dengan jumlah 67 responden, ditemukan pada distribusi frekuensi karakteristik responden, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada usia 60–70 tahun (59,7%) dan di atas 70 tahun (40,3%) dengan jenis kelamin pria (50,7%) dan wanita (49,3%). Mayoritas responden menikah dan masih memiliki pasangan (70,1%) sedangkan janda/duda (29,9%). Persentase agama adalah Islam (38,8%), Protestan (58,2%), dan Katolik (3%). Responden kebanyakan memiliki status pendidikan terakhir SD (37,3%). Sedangkan berdasarkan suku responden mayoritas (64,2%) Batak.
Keseluruhan responden mendapat pelayanan dengan kategori sedang (100%) dengan tingkat kepuasan responden tidak puas (77.6%), merasa puas (19,4%), dan sangat puas (3%). Program pelayanan posyandu lansia memiliki hubungan signifikan dengan tingkat kepuasan di mana p<0.025 (pada dua arah), sehingga Ha dapat diterima. Sedangkan kekuatan hubungan antara program pelayanan posyandu lansia dengan tingkat kepuasan lansia memiliki interpretasi agak rendah dengan r sebesar 0.483. Berdasarkan table kriteria penafsiran korelasi menurut Arikunto (2002), bahwa kedua variable tersebut memiliki hubungan dengan interpretasi agak rendah (r pada 0.4–0.6).
B. SARAN
Untuk praktik keperawatan
Dalam praktik keperawatan komunitas agar dapat mengembangkan kemampuan untuk pencegahan dan promosi kesehatan pada lansia. Hal ini dapat berupa berbagai kreativitas kegiatan dalam pelaksanaan posyandu lansia misalnya mengadakan penyuluhan kesehatan, pemberian makanan bergizi, pengaktifan kelompok lansia dengan berbagai kegiatan kesehatan dan berbagi kegiatan lain.
Untuk penelitian keperawatan
Adanya hubungan antara program pelayanan posyandu lansia dengan tingkat kepuasaan lansia dapat menjadi masukan untuk peneliti selanjutnya tentang keefektifan program puskesmas terhadap peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Peneliti berikutnya juga perlu menggunakan jumlah sampel yang lebih representatif dengan menggunakan teknik sampling yang lebih tepat agar mendapatkan keadaan masyarakat lebih jelas lagi. Hasil penelitian yang memiliki hubungan agak rendah, dapat menjadi rekomendasi bagi peneliti selanjutnya untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan lansia.
Untuk pendidikan keperawatan
Pada pendidikan keperawatan terutama pada bidang komunitas agar dapat lebih memperhatikan kebutuhan – kebutuhan lansia yang tidak hanya pada keadaan sakit tapi juga pada keadaan sehat. Terutama kebutuhan akan mengatasi kesepiannya yang merupakan masalah utama.
Daftar pustaka
Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Effendi, N. (1998). Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC.
Hamid, A. Y. (2001). Psikologi perkembangan pribadi dari bayi sampai lanjut usia. Jakarta: Universitas Indonesia.
Muninjaya, A. A. (2004). Manajemen kesehatan, Ed:2. Jakarta: EGC.
Nugroho. (2000). Perawatan gerontik. Jakarta:EGC.
Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Medika Salemba.
Simatupang, R. B. (2005). Perbedaan tingkat kepuasan pasien rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit Pirngadi Medan. PSIK FK USU: tidak dipublikasikan.
Tugas ; Menejemen Keperawatan
Kelas ; C4.keperawatan
Dosen ; Fransiska tatto D,L. S.kep. Ns
ANALISIS JURNAL MENEJEMEN KEPERAWATAN
HUBUNGAN PROGRAM PELAYANAN POSYANDU LANSIA TERHADAP TINGKAT KEPUASAN LANSIA DI DAERAH BINAAN PUSKESMAS DARUSSALAM MEDAN
Oleh
RAHMAWATI.TACHIR
P.2009.01.221
Program studi ilmu keperawatan
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MANDALA WALUYA
KENDARI
2012
Kamis, 14 Juni 2012
Sabtu, 26 Mei 2012
askep diare
LAPORAN PENDAHULUAN
I. KONSEP
DASAR MEDIS
A. Pengertian
Beberapa pengertian diare:
1.
Diare adalah buang air besar (defekasi)
dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan
air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali
defekasi (Hendarwanto, 1999).
2.
Menurut WHO (1980) diare adalah buang air
besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari.
3.
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar
lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi
feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah
(Ngastiyah, 1997).
4.
Menurut
Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih
dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.
5.
C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare
merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
6.
Menurut
Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana
terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau
cair.
Dari beberapa pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang
tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer
dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari
terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.
B.
Jenis Diare
Ada
beberapa jenis diare, yaitu:
1. Diare cair akut, yaitu diare yang
berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari) dengan pengeluaran
tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa darah, mungkin disertai muntah
dan panas. Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan
penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2. Disentri, yaitu diare yang
disertai darah dengan atau tanpa lendir dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kerusakan mukosa usus karena
bakteri invasif.
3. Diare persisten, yaitu diare yang
mula-mula bersifat akut namun berlangsung lebih dari 14 hari. Episode ini dapat
dimulai sebagai diare cair atau disentri. Akibat diare persisten adalah
penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
4. Diare dengan masalah
lain. Anak yang menderita
diare (diare akut dan persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain
seperti demam, gangguan gizi, atau penyakit lainnya. Tatalaksana penderita
diare ini berdasarkan acuan baku diare dan tergantung juga pada penyakit yang
menyertainya.
Menurut pedoman MTBS (2000), diare dapat dikelompokkan
menjadi :
1.
Diare akut : terbagi atas diare dengan dehidrasi berat, diare dengan
dehidrasi sedang, diare dengan dehidrasi ringan.
2.
Diare persiten : jika diare berlangsung 14 hari/ lebih. Terbagi atas diare
persiten dengan dehidrasi dan persiten tanpa dehidrasi.
3.
Disentri : jika diare berlangsung disertai dengan darah
Pedoman MTBS tentang klasifikasi diare
Tanda dan Gejala Yang Tampak
|
Klasifikasi
|
Terdapat 2 atau lebih
tanda dan gejala berikut :
·
Letargi/ tdk sadar
·
Mata cekung
·
Tdk bisa minum/malas minum
·
Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat
|
diare dengan dehidrasi
berat
|
Terdapat 2 atau lebih
tanda dan gejala berikut :
·
Gelisah, rewel atau mudah marah
·
Mata cekung
·
Haus, minum dengan lahap
·
Cubitan kulit perut kembalinya lambat
|
dehidrasi dengan dehidrasi
ringan/ sedang
|
Tdk cukup tanda2 untuk
diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau ringan/ sedang
|
diare tanpa dehidrasi
|
Diare selama 14 hari
atau lebih disertai dengan dehidrasi
|
diare persiten berat
|
Diare selama 14 hari
atau lebih tanpa disertai dengan dehidrasi
|
diare persiten
|
Terdapat darah dalam
tinja (berak campur darah)
|
disentri
|
C. Etiologi
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil
(1998), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1.
Diare
sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a.
Infeksi
virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus,
comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya
keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis
(ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b.
Defisiensi
imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan terjadinya
berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2.
Diare
osmotik (osmotik diarrhoea)
disebabkan oleh:
a.
Malabsorpsi
makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
b.
Kurang
kalori protein.
c.
Bayi
berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
1.
Faktor infeksi
a.
Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan
yang merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli,
Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus
(Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E.
hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
b.
Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar
sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis media akut,
tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2.
Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida
(intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang
terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi
lemak dan protein.
3.
Faktor Makanan:
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi
makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4.
Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis
(rasa takut dan cemas).
D.
Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1.
Gangguan osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga
terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus
yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare.
2.
Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin)
pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam
lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.
3.
Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare.
Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat
masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme
tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin
tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Sedangkan
akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1.
Kehilangan
air (dehidrasi)
Dehidrasi
terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input),
merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2.
Gangguan
keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3.
Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4.
Gangguan
gizi
a.
Makanan
sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah
hebat.
b.
Walaupun
susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini
diberikan terlalu lama.
c.
Makanan
yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena
adanya hiperperistaltik.
5.
Gangguan
sirkulasi
Sebagai
akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan
meninggal.
E. Manifestasi Klinis
a. Muntah
b. Demam
c. Nyeri Abdomen
d. Membran mukosa
mulut dan bibir kering
e. Fontanel Cekung
f. Kehilangan berat
badan
g. Tidak nafsu makan
h. Lemah
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan
cairan).
Tanda-tandanya:
·
Berak cair 1-2 kali sehari
·
Muntah tidak ada
·
Haus tidak ada
·
Masih mau makan
·
Masih mau bermain
Pada anak yang
mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang.
Tanda-tandanya:
·
Berak cair 4-9 kali sehari
·
Kadang muntah 1-2 kali sehari
·
Kadang panas
·
Haus
·
Tidak mau makan
·
Badan lesu lemas
Pada anak yang
mengalami diare dengan dehidrasi berat.
Tanda-tandanya:
·
Berak cair terus-menerus
·
Muntah terus-menerus
·
Haus sekali
·
Mata cekung
·
Bibir kering dan biru
·
Tangan dan kaki dingin
·
Sangat lemah
·
Tidak mau makan
·
Tidak mau bermain
·
Tidak kencing 6 jam atau lebih
·
Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi.
Diare
akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari
diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat
dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa
haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih
menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala
ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena
kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan
sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul).
Gangguan
kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai
tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang
sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia
jantung.
Penurunan
tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit
nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
F.
Komplikasi
1. Kehilangan air dan elektrolit : Dehidrasi,
Hipokalemia, Asidosis metabolik, Kejang, Alkalosis metabolik
2. Gangguan sirkulasi darah : Syok
hipovolemik
3. Gangguan gizi : Hipoglikemia,
Malnutrisi energi protein, Intolerasi laktosa sekunder
G.
Penentuan Derajat Dehidrasi
4.
Berdasarkan
BB :
a. Ringan
: penurunan BB < 5 %
b. Sedang : penurunan BB 5 – 10 %
c. Berat : penurunan BB > 10 %
5.
Menurut
Haroen Noerasid (modifikasi) :
a. Ringan : Rasa haus dan Oliguria
ringan
b. Sedang : Tanda diatas + turgor kulit
↓, ubun-ubun dan mata cekung
c. Berat : Tanda diatas + somnolen,
sopor, koma, syok, nafas kussmaul
3. Berdasarkan ketonusan cairan
a. Dehidrasi Isotonis
1) Kehilangan air dan Na dalam proporsi
yang sama.
2) Merupakan dehidrasi yang terjadi
karena diare
3) Tanda : sangat cepat, haus
ekstremitas dingin dan berkeringat, kesadaran menurun dan muncul gejala syok
hipovolemik
b. Dehidrasi Hipertonis
1) Terdapat kekurangan cairan air dan
Na tetapi proporsi kehilangan air lebih banyak (Na >150 mmol/L)
2) Tanda : anak sangat haus,iritabel
c. Dehidrasi Hipotonis
1) Terdapat kekurangan cairan air dan
Na tetapi proporsi kehilangan Na lebih banyak (Na >130 mmol/L)
2) Tanda : anak letargi, kejang.
H. Pemeriksaan
Penunjang
1.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
dan hasil pemeriksaan fisik.
2.
Pemeriksaan darah dilakukan untuk
mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah putih.
3.
Untuk mengetahui organisme penyebabnya,
dilakukan pembiakan terhadap contoh tinja.
4.
Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan
tinja.
b. Pemeriksaan
gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila memungkinkan dengan
menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup, bila memungkinkan.
c. Pemeriksaan
kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
d. Pemeriksaan
elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara
kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
I. Penatalaksanaan
1.
Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian
cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
1) Cairan
per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan
dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan
glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90
mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar
natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula
garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung
NaCl dan sukrosa.
a) Pada
anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).
Tindakan:
·
Untuk mencegah dehidrasi, beri anak
minum lebih banyak dari biasanya .
·
ASI (Air Susu Ibu) diteruskan
·
Makanan diberikan seperti biasanya
·
Bila keadaan anak bertambah berat,
segera bawa ke Puskesmas terdekat
b)
Pada anak yang mengalami diare dengan
dehidrasi ringan/sedang.
Tindakan:
·
Berikan oralit
·
ASI (Air Susu Ibu) diteruskan
·
Teruskan pemberian makanan
·
Sebaiknya yang lunak, mudah dicerna dan
tidak merangsang
·
Bila tidak ada perubahan segera bawa
kembali ke Puskesmas terdekat
c)
Pada anak yang mengalami diare dengan
dehidrasi berat .
Tindakan:
·
Segera bawa ke Rumah Sakit / Puskesmas
dengan fasilitas Perawatan
·
Oralit dan ASI diteruskan selama masih
bisa minum
Takaran Pemberian Oralit.
Ø Di
bawah 1 tahun
3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya
0.5 gelas setiap kali mencret .
Ø Di
bawah 5 tahun (anak balita)
3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya
1 gelas setiap kali mencret
Ø Anak
di atas 5 tahun
3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya
1,5 gelas setiap kali mencret.
Ø Anak
diatas 12 tahun dan dewasa
3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya
2 gelas setiap kali mencret (1 gelas : 200 cc)
2) Cairan
parentral
Diberikan pada klien yang mengalami
dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
a) Untuk
anak umur 1 bulan - 2 tahun berat badan 3 - 10 kg :
Ø 1
jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts
atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
Ø 7
jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15
tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
Ø 16
jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
b)
Untuk anak lebih dari 2 - 5 tahun dengan
berat badan 10 - 15 kg
Ø 1
jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit
(1 ml=20 tetes).
c)
Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan
berat badan 15-25 kg.
Ø 1
jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit
(1 ml=20 tetes).
Ø 7
jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit
(1 ml=20 tetes).
Ø 16
jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
d)
Untuk bayi baru lahir dengan berat badan
2 -3 kg.
Ø Kebutuhan
cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4
bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %. Kecepatan : 4 jam pertama : 25
ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
e)
Untuk bayi berat badan lahir rendah.
Ø Kebutuhan
cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian
NaHCO3 1½ %).
b. Pengobatan
dietetic
1) Untuk
anak dibawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7
kg, jenis makanan:
a) Susu
(ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh
b) Makanan
setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
c) Susu
khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak
mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
2) Untuk anak di atas 1
tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg. Jenis makanannya adalah makanan padat
atau makanan cair/ susu sesuai dengan kebiasaan makan di rumah.
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang
melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras,
dll)
1) Obat antisekresi
2) Obat antispasmolitik
3) Obat pengeras tinja
4) Antibiotika, kapan perlu
2. Keperawatan
Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadinya gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai proses penyakit. Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan penataan lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.
Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadinya gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai proses penyakit. Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan penataan lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.
II. KONSEP
DASAR KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
(Anak Usia 3 Tahun)
1.
Keluhan Utama : Buang air berkali-kali
dengan konsistensi encer
2. Riwayat
Kesehatan Sekarang
Pada
umumnya anak masuk Rumah Sakit dengan keluhan buang air cair berkali-kali baik
disertai atau tanpa dengan muntah, tinja dpat bercampur lendir dan atau darah,
keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan
meningkat, volume diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran.
3. Riwayat
Kesehatan Masa Lalu
Meliputi pengkajian riwayat :
a) Prenatal
Kehamilan
yang keberapa, tanggal lahir, gestasi (fulterm, prematur, post matur), abortus
atau lahir hidup, kesehatan selama sebelumnya/kehamilan, dan obat-obat yang
dimakan serta imunisasi.
b) Natal
Lamanya
proses persalinan, tempat melahirkan, obat-obatan, orang yang menolong
persalinan, penyulit persalinan.
c) Post
natal
Berat
badan nomal 2,5 Kg - 4 Kg, Panjang Badan normal 49 -52 cm, kondisi kesehatan
baik, apgar score , ada atau tidak ada kelainan kongenital.
d) Feeding
Air
susu ibu atau formula, umur disapih (2 tahun), jadwal makan/jumlahnya,
pengenalan makanan lunak pada usia 4-6 bulan, peubahan berat-badan,
masalah-masalah feeding (vomiting, colic, diare), dan penggunaan vitamin dan
mineral atau suplemen lain.
e) Penyakit
sebelumnya
Penyebabnya,
gejala-gejalanya , perjalanan penyakit, penyembuhan, kompliksi, insiden penyakit dalam keluarga
atau masyarakat, respon emosi terhadap rawat inap sebelumnya.
f) Alergi
Apakah
pernah menderita hay fever, asthma, eksim. Obat-obatan, binatang,
tumbuh-tumbuhan, debu rumah
g) Obat-obat
terakhir yang didapat
Nama,
dosis, jadwal, lamanya, alasan pemberian.
h) Imunisasi
Polio,
hepatitis, BCG, DPT, campak, sudah lengkap pada usia 3 tahun, reaksi yang
terjadi adalah biasanya demam, pemberian serum-serum lain, gamma
globulin/transfusi, pemberian tubrkulin test dan reaksinya.
i)
Tumbuh Kembang
Berat
waktu lahir 2, 5 Kg - 4 Kg. Berat badan bertambah 150 - 200 gr/minggu, TB
bertambah 2,5 cm / bulan, kenaikan ini terjadi sampai 6 bulan. Gigi mulai
tumbuh pada usia 6-7 bulan, mulai duduk sendiri pada usia 8-9 bulan, dan bisa
berdiri dan berjalan pada usia 10-12 bulan.
4. Riwayat
Psikososial
Anak
sangat menyukai mainannya, anak sangat bergantung kepada kedua orang tuanya dan
sangat histeris jika dipisahkan dengan orang tuanya. Usia 3 tahun (toddlers)
sudah belajar bermain dengan teman sebaya.
5. Riwayat
Spiritual
Anak
sudah mengenal beberapa hal yang bersifat ritual misalnya berdoa.
6. Reaksi
Hospitalisasi
a) Kecemasan
akan perpisahan : kehilangan interaksi dari keluarga dan lingkungan yang
dikenal, perasaan tidak aman, cemas dan sedih
b) Perubahan
pola kegiatan rutin
c) Terbatasnya
kemampuan untuk berkomunikasi
d) Kehilangan
otonomi
e) Takut
keutuhan tubuh
f) Penurunan
mobilitas seperti kesempatan untuk mempelajari dunianya dan terbatasnya
kesempatan untuk melaksanakan kesenangannya
7. Aktivitas
Sehari-Hari
a) Kebutuhan
cairan pada usia 3 tahun adalah 110-120 ml/kg/hari
b) Output
cairan :
IWL
(Insensible Water Loss)
{ Anak
: 30 cc / Kg BB / 24 jam
{ Suhu
tubuh meningkat : 10 cc / Kg BB + 200 cc (suhu tubuh - 36,8 oC)
SWL
(Sensible Water Loss) adalah hilangnya cairan yang dapat diamati, misalnya
berupa kencing dan feces. Yaitu :
{ Urine
: 1 - 2 cc / Kg BB / 24 jam
{ Faeces
: 100 - 200 cc / 24 jam
c) Pada
usia 3 tahun sudah diajarkan toilet training.
8. Pemeriksaan
Fisik
a)
Tanda-tanda vital
·
Suhu badan : mengalami peningkatan
·
Nadi : cepat dan lemah
·
Pernafasan : frekuensi nafas meningkat
·
Tekanan darah : menurun
b)
Antropometri
Pemeriksaan antropometri meliputi
berat badan, Tinggi badan, Lingkaran kepala, lingkar lengan, dan lingkar perut.
Pada anak dengan diare mengalami penurunan berat badan.
c)
Pernafasan
Biasanya
pernapasan agak cepat, bentuk dada normal, dan tidak ditemukan bunyi nafas
tambahan.
d) Cardiovasculer
Biasanya
tidak ditemukan adanya kelainan, denyut nadi cepat dan lemah.
e) Pencernaan
Ditemukan
gejala mual dan muntah, mukosa bibir dan mulut kering, peristaltik usus meningkat,
anoreksia, BAB lebih 3 x dengan konsistensi encer.
f) Perkemihan
Volume diuresis menurun.
g) Muskuloskeletal
Kelemahan fisik akibat output yang berlebihan.
h) Integumen
Lecet pada sekitar anus, kulit teraba hangat, turgor
kulit jelek
i)
Endokrin
Tidak ditemukan adanya kelaianan.
j)
Penginderaan
Mata cekung, Hidung, telinga tidak ada kelainan
k) Reproduksi
Tidak mengalami kelainan.
l)
Neurologis
Dapat terjadi penurunan kesadaran.
9.
Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
a)
Motorik Kasar
Sudah
bisa naik/turun tangga tanpa dibantu, mamakai baju dengan bantuan, mulai bisa
bersepeda roda tiga.
b) Motorik
Halus
Menggambar
lingkaran, mencuci tangan sendiri dan menggosok gigi
10. Personal
Sosial
Sudah belajar bermain dengan teman sebayanya.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit
volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.
2. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan
peristaltik usus.
3. Peningkatan
suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi pada usus.
4. Resiko
terjadi infeksi sekunder berhubungan dengan iritasi pada anus akibat diare.
5. Resiko
terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya BAB.
6. Gangguan
pola tidur berhubungan dengan peningkatan aktivasi RAS.
7. Nyeri
(akut) berhubungan dengan hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
8. Kecemasan
keluarga berhubungan dengan perubahan
status kesehatan anaknya.
9. Kurang
pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan
dengan pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau
keterbatasan kognitif.
C.
Rencana
Keperawatan
Dx.1
Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan
Tujuan : Kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan
kriteria tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Intervensi
:
1.
Berikan cairan oral dan parenteral
sesuai dengan program rehidrasi.
Rasional : Sebagai upaya rehidrasi
untuk mengganti cairan yang keluar bersama feses.
2.
Pantau intake dan output.
Rasional
: Memberikan informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan
cairan pengganti.
3.
Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi
dan hasil pemeriksaan laboratorium.
Rasional
: Menilai status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan asam basa.
4.
Kolaborasi pelaksanaan terapi definitive.
Rasional
: Pemberian obat-obatan secara kausal penting setelah penyebab diare diketahui
Dx.2
: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria
terjadi peningkatan berat badan.
Intervensi
:
1.
Pertahankan tirah baring dan pembatasan
aktivitas selama fase akut.
Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolik.
Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolik.
2.
Pertahankan status puasa selama fase
akut (sesuai program terapi) dan segera mulai pemberian makanan per oral
setelah kondisi klien mengizinkan.
Rasional
: Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan
peristaltik sehingga terjadi kekurangan nutrisi.
3.
Pemberian makanan sesegera mungkin
penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.Bantu pelaksanaan pemberian
makanan sesuai dengan program diet.
Rasional
: Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
4. Kolaborasi
pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi
Rasional :Mengistirahatkan kerja
gastrointestinal dan mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih lanjut
Dx.3 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
proses inflamasi pada usus.
Tujuan : Anak menunjukan suhu
tubuh dalam batas normal (36-37˚C)
Intervensi :
1.
Pantau suhu tubuh klien setiap 1 jam,
perhatikan apakah klien menggigil.
Rasional : Untuk memantau peningkatan suhu tiba-tiba.
Suhu 38,9˚ C – 41,1˚ C menunjukan proses infeksi. Menggigil
sering mendahului puncak peningkatan suhu.
2.
Pertahankan lingkungan yang sejuk.
Rasional
: Suhu ruangan harus diubah untuk
mempertahakan suhu mendekati normal.
3.
Beri kompres hangat dan hindari
penggunaan alkohol/es.
Rasional : Membantu mengurangi demam. Alkohol / air
es dapat menyebabkan kedinginan dan mengeringkan kulit.
4. Kolaborasi
untuk memberikan antipiretik (asetaminofen, ibuprofen) sesuai indikasi.
Rasional : Mengurangi demam dengan aksi sentral pada
hipotalamus.
Dx.4 Resiko terjadi infeksi
sekunder berhubungan dengan iritasi pada anus akibat diare.
Tujuan : Tidak terjadi
infeksi sekunder dengan kriteria klien bebas dari tanda-tanda infeksi sistemik
atau lokal.
Intervensi :
1. Pertahankan
keadaan kulit sekitar anus tetap kering dan bersih.
Rasional : Mencegah
terjadinya kontaminasi dan penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
2. Pertahankan
teknik aseptik dalam melakukan tindakan invasif.
Rasional : Menurunkan
resiko terjadinya infeksi silang.
3.
Libatkan keluarga dalam program
perawatan klien untuk mempertahankan kulit tetap kering.
Rasional
: Membantu meningkatkan peran keluarga
dan memberikan pemahaman tentang perawatan klien.
4. Kolaborasi
untuk pemberian antimikrobial/antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan
kolonisasi bakteri atau jamur disekitar anus.
Dx.5 Resiko terjadi kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan seringnya BAB.
Tujuan : Klien dapat mempertahankan
integritas kulit dalam keadaan normal.
Intervensi :
1.
Pertahankan keadaan kulit sekitar anus
tetap kering dan bersih.
Rasional
: Mencegah terjadinya kontaminasi dan
iritasi.
2.
Berikan perawatan kulit secara rutin,
observasi pakaian klien agar tetap kering dan steril.
Rasional : Mencegah
terjadinya kerusakan dan meningkatkan penyembuhan.
3.
Pertahankan keadaan kulit sekitar anus
tetap kering dan bersih. Observasi ketat pada lipatan kulit
Rasional
: Kelembaban atau akskroriasi meningkatkan
pertumbuhan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi.
4.
Ajarkan kepada keluarga untuk tidak
memberikan tekanan pada bagian tubuh tertentu.
Rasional
: Menurunkan tekanan sehingga dapat
meningkatkan sirkulasi perifer dan menurunkan resiko kerusakan kulit.
Dx. 6 Gangguan pola tidur
berhubungan dengan peningkatan aktivasi RAS.
Tujuan : Klien dapat
beristirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan secara teratur.
Intervensi :
1. Kaji
kebiasaan tidur dan perubahan yang terjadi.
Rasional: Mengidentifikasi
dan menentukan intervensi yang tepat.
2. Ciptakan
tempat tidur yang nyaman.
Rasional:
Meningkatkan kenyamanan tidur serta
dukungan fisiologi – psikologis.
3. Ciptakan
lingkungan yang kondusif dengan mengurangi kebisingan.
Rasional:
Memberikan situasi yang kondusif untuk
tidur/istirahat.
4. Hindari
mengganggu klien bila mungkin (misalnya; membangunkan untuk obat dan terapi)
Rasional:
Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan
rasa segar dan klien mungkin tidak dapat tidur setelah di bangunkan.
Dx.7
: Nyeri (akut) berhubungan dengan hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
Tujuan : Nyeri berkurang dengan kriteria tidak
terdapat lecet pada perirektal
Intervensi :
1.
Atur posisi yang nyaman bagi klien,
misalnya dengan lutut fleksi.
Rasional
: Menurunkan tegangan permukaan abdomen dan mengurangi nyeri.
2.
Lakukan aktivitas pengalihan untuk
memberikan rasa nyaman seperti masase punggung dan kompres hangat abdomen.
Rasional : Meningkatkan relaksasi,
mengalihkan fokus perhatian klien dan meningkatkan kemampuan koping.
3.
Bersihkan area anorektal dengan sabun
ringan dan air setelah defekasi dan berikan perawatan kulit
Rasional : Melindungi
kulit dari keasaman feses, mencegah iritasi.
4.
Kolaborasi pemberian obat analgetika dan
atau antikolinergik sesuai indikasi.
Rasional : Analgetik sebagai agen
anti nyeri dan antikolinergik untuk menurunkan spasme traktus GI dapat
diberikan sesuai indikasi klinis.
5.
Kaji keluhan nyeri dengan Visual
Analog Scale (skala 1-5), perubahan karakteristik nyeri, petunjuk verbal dan
non verbal.
Rasional
: Mengevaluasi perkembangan nyeri untuk menetapkan intervensi selanjutnya.
Dx.8
: Kecemasan keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan anaknya.
Tujuan : Keluarga mengungkapkan kecemasan berkurang.
Intervensi
:
1.
Dorong keluarga klien untuk membicarakan
kecemasan dan berikan umpan balik tentang mekanisme koping yang tepat.
Rasional
: Membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan dan alternatif pemecahan masalah
2.
Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah
yang umum terjadi pada orang tua klien yang anaknya mengalami masalah yang sama.
Rasional
: Membantu menurunkan stres dengan mengetahui bahwa klien bukan satu-satunya
orang yang mengalami masalah yang demikian.
3.
Ciptakan lingkungan yang tenang,
tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus dalam membantu klien.
Rasional
: Mengurangi rangsang eksternal yang dapat memicu peningkatan kecemasan.
Dx.9
: Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi
b/d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau
keterbatasan kognitif.
Tujuan : Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan
pengobatan anaknya, serta mampu mendemonstrasikan perawatan anak di rumah.
Intervensi
:
1. Kaji
kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan tentang
penyakit dan perawatan anaknya.
Rasional : Efektivitas
pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar belakang
pengetahuan sebelumnya.
2.
Jelaskan tentang proses penyakit
anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari aktivitas sehari-hari.
Rasional
: Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan partisipasi keluarga
klien dan keluarga dalam proses perawatan klien.
3.
Jelaskan tentang tujuan pemberian obat,
dosis, frekuensi dan cara pemberian serta efek samping yang mungkin timbul
Rasional : Meningkatkan
pemahaman dan partisipasi keluarga klien dalam pengobatan.
4. Jelaskan
dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi
Rasional : Meningkatkan
kemandirian dan kontrol keluarga klien terhadap kebutuhan perawatan diri
anaknya.
D.
Implementasi
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana tindakan yang telah direncanakan sebelumnya.
E.
Evaluasi
Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan
sejauhmana tujuan tersebut tercapai. Bila ada yang belum tercapai maka
dilakukan pengkajian ulang, kemudian disusun rencana, kemudian dilaksanakan
dalam implementasi keperawatan lalau dievaluasi, bila dalam evaluasi belum
teratasi maka dilakukan langkah awal lagi dan seterusnya sampai tujuan
tercapai.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN “DIARE”
I.
Biodata
A.
Identitas Klien
1. Nama Klien :
An. “F”
2. Tempat Tanggal Lahir : Kendari, 7 Oktober 2009 (1 tahun 6 bulan)
3. Jenis kelamin :
Laki-laki
4. A g a m a :
Islam
5. Pendidikan :
-
6. Alamat :
Jl. Torada
7. Tanggal Masuk :
4 April 2011
8. Tgl pengkajian :
5 April 2011
9. Diagnosa medik :
Diare
10. Rencana terapi : Cotrimoksazole 2 x 1 cth
IVFD Assering sist. 24 jam
4 jam I : 42 tts/menit
20 jam II : 24 tts/menit
B. Identitas
Orang tua
1. Ayah
a.
N a m a :
Tn. A
b.
U s i a :
37 tahun
c.
Pendidikan :
S1
d.
Pekerjaan/sumber penghasilan : Wiraswasta
e.
A g a m a :
Islam
f.
Alamat :
Jl. Torada
2. Ibu
a.
N a m a :
Ny. H
b.
U s i a :
32 tahun
c.
Pendidikan :
S M A
d.
Pekerjaan/Sumber penghasilan: URT
e.
Agama :
Islam
f.
Alamat :
Jl. Torada
C. Identitas Saudara Kandung
No
|
N A M A |
U
S I A
|
HUBUNGAN
|
STATUS
KESEHATAN
|
1.
|
An.
C
|
5
tahun
|
Saudara
kandung (kakak)
|
Sehat
|
II. Keluhan
Utama/Alasan Masuk Rumah Sakit
Ibu klien mengatakan anaknya berak-berak dengan konsistensi
encer.
III. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat
Kesehatan Sekarang :
Berak-berak
dialami sejak dua hari yang lalu, frekuensi lebih dari 10 kali. Feces encer,
berair,ada lendir tidak ada darah. Muntah lebih dari 10 kali, menyemprot, isi
muntahan susu yang diminum. Sebelum ke RS orang tua klien membawa anaknya ke
dokter praktek dan diberi resep, tapi resep tersebut tidak ditebus. Kemudian
orang tua membawa anaknya ke RS di UGD setelah dianamnese klien langsung dibawa
ke Perawatan Anak dan langsung ditindaki berupa pemasangan infus Assering
sistem 24 jam. Diare yang dialami klien menurut orang tua tidak dia ketahui apa
penyebabnya, konsistensinya encer, warna kuning, bau busuk dan setiap selesai
minum susu klien akan berak dan muntah.
B. Riwayat
Kesehatan Lalu (khusus untuk anak usia 0 – 5 tahun)
1. Prenatal care
a. Ibu
memeriksakan kehamilannya setiap bulan di Puskesmas.
b. Keluhan
selama hamil yang dirasakan oleh ibu tidak ada, tapi oleh dokter dianjurkan
untuk rutin memeriksakan kehamilannya karena ibu menderita Hipertensi di trisemester
terakhir kehamilan.
c. Ibu
tidak ada riwayat terkena sinar yang membahayakkan kehamilan dan tidak mengkonsumsi obat-obatan secara rutin.
d. Ibu
lupa akan kenaikan berat badan selama hamil.
e.
Imunisasi TT kurang lebih dua kali menurut ibu.
f.
Golongan darah ibu A Golongan darah ayah
B
2. Natal
a.
Tempat melahirkan : Rumah Sakit
Provinsi.
b. Jenis persalinan normal.
c. Penolong persalinan dilakukan oleh dokter dan bidan
e. Tidak
ada komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan setelah
melahirkan.
3. Post natal
a.
Kondisi bayi : BB lahir 2800 gram, PB 60
cm.
b.
Anak pada saat lahir tidak
mengalami penyakit kuning, kebiruan ,
kemerahan ,problem menyusui , BB tidak stabil
(Untuk semua Usia)
1.
Klien pernah mengalami diare pada umur 4
bulan dan hanya diberikan obat oleh dokter anak praktek tanpa opname
2.
Klien tidak pernah mengalami kecelakaan
baik jatuh, tenggelam,lalu lintas atau, keracunan.
3.
Klien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan
berbahaya tanpa anjuran dokter dan menggunakan zat / subtansi kimia yang
berbahaya.
4.
Perkembangan anak dibanding
saudara-saudaranya sama.
C. Riwayat
Kesehatan Keluarga
1.
Dalam keluarga ada riwayat alergi berupa
gatal-gatal pada kulit terutama ibu jika mengkonsumsi makanan seperti terasi
dan ikan kering.
2.
?
|
X
|
X
|
X
|
?
|
?
|
?
|
32
|
37
|
?
|
X
|
?
|
1,6
|
Langganan:
Postingan (Atom)