Kamis, 14 Juni 2012

ANALISIS JURNAL TENTANG MENEJEMEN KEPERAWATAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

     Proses menua di dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal wajar yang akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang (Nugroho, 2000). Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides,1994 dalam Nugroho, 2000).

     Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar (Nugroho, 2000). Sesuai dengan sensus penduduk tahun 1990, sebanyak 55,7% golongan umur lansia memegang peranan sebagai kepala keluarga dan lebih dari 60% tidak pernah mengenyam pendidikan formal di sekolah yang memadai. Tingkat partisipasi saat aktif bekerja adalah di bawah 50%, khususnya pada usia di atas 60 tahun (Nurkusuma, 2001).

Dengan demikian dapat dilihat dalam beberapa dekade terakhir ini usia atau angka harapan hidup penduduk Indonesia telah meningkat karena adanya peranan pada lansia meski memiliki pendidikan rendah dan sudah usia lanjut. Di samping peningkatan angka harapan hidup, jumlah dan proporsi kelompok lanjut usia di negara kita pun menunjukkan kecenderungan meningkat yaitu 5,3 juta jiwa atau 4,48% pada tahun 1971, 12,7 juta jiwa atau 6,65% pada tahun 1990 dan akan meningkat tajam menjadi 28,8 juta jiwa atau 11,34% pada tahun 2010 nanti.

Seiring dengan bertambah lanjutnya usia, pola dan gaya hidup lansia juga akan berubah, seperti misalnya mereka akan menikmati waktu luang lebih banyak karena aktivitas sehari-hari yang mungkin menurun sejalan dengan bertambahnya usia (Hamid, 2001). Maka untuk menangani masalah kesehatan lansia, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan/program yang diterapkan oleh puskesmas. Program pelayanan lansia disebut juga posyandu lansia (Depakes RI, 1991 dalam Effendi, 1998). Di Medan sendiri, program ini telah dijalankan di Puskesmas Darussalam.
    
Dari hasil observasi dan data yang didapat dari puskesmas tentang program pelayanan lansia  Sepanjang tahun 2005, hampir seluruh program dapat terlaksana kecuali pemeriksaan Hb. Untuk itu, peneliti ingin mengetahui sejauh mana pengaruh program pelayanan posyandu lansia terhadap peningkatan kesejahteraan lansia yang diukur dari tingkat kepuasan lansia di daerah binaan puskesmas Darussalam Medan.




BAB II
 ISI JURNAL
ABSTRACT

     posyandu's service program far advanced in years is one program which established by government to increase lansia's health at society that carried on by puskesmas. This service program have as been assessed evaluation material. But up to now haven't available tool applicabling to assess that service. Applicable up to now is by judging satisfaction zoom lansia. Satisfactory zoom will worked up on lansia who get good service. This research intent for identifying posyandu lansia's service program relationship to increase satisfaction lansia by use of correlations descriptive design. This research constitute descriptive research correlation with sample as much 67 lansia that gets age upon 60 years, within hearing and get communication with indonesian and have gotten posyandu lansia's service of puskesmas Darusalam is Field. Determination foots up sample by take 10% of populations visitor which is 667 visitors up to years 2005. Data collecting is done on May 23 2006 until 6th June 2006 by tech interview which utilize kuesioner covers datas demography, posyandu lansia's service program, and lansia's satisfaction zoom. 

     Of research gotten by result that all respondent (100%) getting service be and respondent majority (77,6%) dissatisfy, 19,7% perceive to please and 3% perceive really pleased. posyandu lansia's service program have relationship with appreciative subjective force rather low whereabouts r = 0.483 (r = 0.2–0.4 = rather low) and has relationship that wherewith with signifikan's point p on quiz two aim is 0,000 (p<0. 025).

ABSTRAK

Program pelayanan posyandu lanjut usia adalah sebuah program yang ditetapkan oleh emerintah untuk meningkatkan kesehatan lansia di masyarakat yang dijalankan oleh puskesmas. Program pelayanan ini harus dinilai sebagai bahan evaluasi. Namun hingga kini belum ada alat yang dapat digunakan untuk menilai pelayanan tersebut. Yang dapat digunakan hingga kini adalah dengan menilai tingkat kepuasan para lansia. Tingkat kepuasan akan meningkat pada lansia yang mendapat pelayanan yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan program pelayanan posyandu lansia terhadap tingkat kepuasan lansia dengan menggunakan desain deskriptif korelasi.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi dengan sampel sebanyak 67 lansia yang berusia di atas 60 tahun, dapat mendengar dan berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dan telah mendapatkan pelayanan posyandu lansia dari puskesmas Darusalam Medan. Penentuan jumlah sampel dengan mengambil 10% dari populasi pengunjung yaitu 667 pengunjung selama tahun 2005. Pengumpulan data dilakukan pada 23 Mei 2006 sampai 6 Juni 2006 dengan teknik wawancara yang menggunakan kuesioner meliputi data demografi, program pelayanan posyandu lansia, dan tingkat kepuasan lansia. Dari penelitian diperoleh hasil bahwa semua responden (100%) mendapatkan pelayanan sedang dan mayoritas responden (77,6%) tidak puas, 19,7% merasa puas dan 3% merasa sangat puas.

Program pelayanan posyandu lansia memiliki hubungan dengan nilai kekuatan hubungan agak rendah di mana r = 0.483 (r = 0.2–0.4 = agak rendah) dan memiliki hubungan yang bermakna dengan nilai signifikan p pada uji dua arah adalah 0,000 (p<0.025).


BAB III
PEMBAHASAN

A. JUDUL PENELITIAN DAN IDENTITAS PENELITI

Judul ;
Hubungan Program Pelayanan Posyandu Lansia Terhadap Tingkat Kepuasan Lansia Di Daerah Binaan Puskesmas Darussalam Medan

Peneliti ;

1. WIRDASARI HASIBUAN, beliau Merupakan mahasiswa S1 program S1 Keperawatan PSIK  FK USU
2. ISMAYADI, Beliau merupakan dosen keperawatan komunitas PSIK FK USU

B. TUJUAN PENELITIAN

1)    Mengidentifikasi pelaksanaan program pelayanan posyandu lansia di Puskesmas Darussalam Medan.
2)    Mengidentifikasi tingkat pelayanan program posyandu lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan.
3)    Mengidentifikasi tingkat kepuasan lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan.
4)    Mengidentifikasi hubungan program pelayanan posyandu lansia terhadap tingkat kepuasan lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan.

C. METODOLOGI PENELITIAN

    Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan program pelayanan posyandu lansia terhadap tingkat kepuasan lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan.
    Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian adalah para lansia yang mendapatkan pelayanan program posyandu lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam. Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus penentuan sampel menurut Nursalam (2003) yaitu dengan rumus 10% dari populasi jika populasi kurang dari 1000.

Dari data jumlah populasi pengunjung lansia di Puskesmas Darussalam selama tahun 2005 ditemukan jumlah pengunjung sebanyak 668 lansia. Maka sampel yang dibutuhkan adalah 67 lansia. Pengambilan sampel dilakukan dengan Menggunakan cara convenience sampling yang dilakukan dengan mengambil responden yang tersedia pada saat itu dan telah memenuhi kriteria sampel yang telah ditentukan terlebih dahulu (Notoatmojo, 1993). Kriteria yang telah ditentukan untuk subyek penelitian adalah (1) lansia yang mendapatkan pelayanan posyandu lansia dari Puskesmas Darussalam, (2) dapat berinteraksi dengan menggunakan bahasa Indonesia, (3) berusia di atas 60 tahun, dan (4) bisa mendengar.

    Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25 Mei hingga 6 Juni 2006 di Puskesmas Darussalam Medan. Alasan peneliti memilih Puskesmas Darussalam Medan sebagai tempat penelitian karena merupakan puskesmas yang melaksanakan program posyandu lansia dengan angka pengunjung lansia yang cukup tinggi.

    Pertimbangan Etik

     Peneliti langsung memberikan lembar persetujuan penelitian pada responden, agar responsen mengetahui maksud dan tujuan penelitian. Pada responden yang bersedia diteliti maka terlebih dahulu harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner). Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2001).

    Instrumen Penelitian

     Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini digunakan dalam bentuk kuesioner. Kuesioner ini dibagi menjadi 3 bagian, bagian pertama adalah tentang data demografi. Bagian kedua adalah data pelayanan posyandu yang diterima klien.

Kuesioner ini merupakan pengembangan dari pengukuran kinerja pelayanan dan program pelayanan posyandu lansia. Bagian ketiga adalah data tingkat kepuasan lansia yang merupakan pengembangan dari faktor-faktor yang Mempengaruhi tingkat kepuasan jasa pelayanan kesehatan menurut Muninjaya (2004) yang terdiri dari 7 faktor yaitu pemahaman konsumen, empati, biaya, pelayanan fisik, jaminan keamanan, keterampilan dan kecepatan, dan juga merupakan modifikasi dari instrumen penelitian oleh Simatupang (2005) yang juga memodifikasi dari tinjauan pustaka A study to determine patient satisfaction with nursing care (Mc Coll. E,Thomas. L, Bond. S, 1996). Kuesioner ini menggunakan skala Likert. Pada skala Likert setiap pernyataan akan mempunyai skor (nilai) antara lain Sangat Puas = 4,Puas = 3, Tidak Puas = 2, dan Sangat Tidak Puas = 1.

    Reliabilitas Instrumen

Peneliti terlebih dahulu melakukan uji reliabilitas pada instrumen penelitian. Uji reliabilitas dilakukan kepada 10 responden. Untuk kuesioner data pelayanan posyandu lansia menggunakan uji KR-20 karena jumlah pertanyaan ganjil dan bersifat dikotomi di mana nilai r hasil 0.65 lebih besar dari nilai r tabel (0.63), maka instrument ini dikatakan reliabel. (Arikunto,2002). Untuk kuesioner tingkat kepuasan menggunakan formula Cronbach Alpha karena instrumen ini Menggunakan skala Likert. Kemudian dengan menggunakan formulasi dalam program SPSS versi 12.0 hasil uji bernilai 0.868 dan dikatakan reliabel (r > 0.700) (Arikunto, 2002).



    Pengumpulan Data

Pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara), kemudian permohonan izin yang telah diperoleh dikirimkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan. Lalu bersama surat rujukan dari Dinas Kesehatan Kota Medan surat izin tersebut dikirimkan ke tempat penelitian yaitu Puskesmas Darussalam Medan. Setelah mendapat izin, peneliti melakukan pengumpulan data penelitian. Peneliti menemukan responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Setelah mendapatkan responden, selanjutnya peneliti menjelaskan pada calon responden tersebut tentang tujuan, manfaat, dan pengisian kuesioner, kemudian calon responden yang bersedia menjadi responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan. Untuk pengisian kuesioner dilakukan oleh peneliti melalui teknik wawancara kepada responden selama 10–15 menit. Peneliti mengisi kuesioner sesuai dengan jawaban responden.

    Analisis Data

     Setelah data terkumpul, maka analisis data dilakukan melalui pengolahan data secara Komputerisasi dengan menggunakan program SPSS versi 12.0 untuk mengkolerasikan program pelayanan posyandu lansia terhadap tingkat kepuasan lansia. Pada pelayanan posyandu lansia, setiap jawaban “ya” maka akan mendapat skor 1 dan yang “tidak” mendapat skor 0. Tipe nilai ini ada 7 pertanyaan. Pada pertanyaan nomor 5, setiap pelayanan yang “diterima” bernilai 1 dan yang “tidak diterima” bernilai 0. Tipe nilai ini ada 11 pertanyaan. Untuk pertanyaan nomor 9, nilai 1 untuk pilihan “antara 6–10 ” dan nilai 0 untuk pilihan “antara 1–5”. Jadi untuk keseluruhan nilai tertinggi 7 + 11 + 1 = 19 dan terendah 0. Pelayanan ini dibagi 3 kategori yaitu baik, sedang, dan buruk. Kategori program pelayanan posyandu lansia adalah: 0 –6 = buruk, 7–13 = sedang, 14–19 = baik.
     Sedangkan pada kuesioner tingkat kepuasan lansia terdiri dari 21 pertanyaan dengan rentang nilai tertinggi 84 dan terendah 21. Dengan menggunakan empat kategori yaitu sangat puas, puas, tidak puas dan sangat tidak puas. Dengan demikian, maka kategori tingkat kepuasan lansia adalah: 21–37 = sangat tidak puas, 38–63 =tidak puas, 64–70 = puas, dan 71–84 =sangat puas.
     Data demografi disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentasi. Hasil analisis data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi untuk melihat gambaran program pelayanan posyandu lansia dan tingkat kepuasan lansia. Pengaruh program pelayanan posyandu lansia terhadap tingkat kepuasan lansia akan dianalisis secara statistic dengan menggunakan uji korelasi Pearson’s Product Moment.
Hasil dari analisis korelasi ini adalah nilai koefisien korelasi (r). Nilai r menginterpretasikan kekuatan hubungan. Jika nilai r sebesar 0.8–1.0 maka interpretasinya tinggi, 0.6–0.8 maka nilai interpretasinya cukup, 0.4–0.6 maka nilai interpretasinya agak rendah, 0.2–0.4 maka nilai interpretasinya rendah, dan 0.0–0.2 nilai interpretasinya tidak terkorelasi. (Arikunto, 2002). Untuk mengetahui hasil uji hipotesis melalui uji statistik dengan menggunakan nilai signifikan α (alpha) 0.05. Kemudian dengan menggunakan uji hipotesis dua arah sehingga p dibagi menjadi 2 yaitu 0.025. Jika p<0.025 maka Ha diterima (ada hubungan) (Wahyuni,2004).


D. HASIL PENELITIAN

    Hasil Penelitian
Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian mengenai hubungan program pelayanan posyandu lansia terhadap tingkat kepuasan lansia melalui proses pengumpualan data dari tanggal 23 Mei 2006 sampai 6 Juni 2006 terhadap 67 orang responden di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan. Penyajian data hasil penelitian meliputi deskripsi karakteristik responden, program pelayanan posyandu lansia dan tingkat kepuasan lansia.

    Deskripsi Karakteristik Responden

Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan (N=67)
karateristik    Frekuensi    Presentase ( % )
Usia       
60-70 tahun    40    59,7
Di atas 70 Tahun    27    40,3
Jenis Kelamin       
Pria    34    50,7
wanita    33    49,3
Status perkawinan       
Belum menikah    0    0
Menikah    40    70,1
Janda/Duda    20    29,9
Agama           
Islam    26    38,8
Protestan    39    58,2
Katolik    2    3
Budha    0    0
Hindu    0    0
Pendidikan       
SD    25    37,5
SMP    17    25,4
SMA    14    20,9
Akademi Sarjana    11    16,4
Suku        
Batak     43    64,2
Melayu     1    1,5
Jawa     13    19,4
Lain – lain    10    14,9


    Program Pelayanan
Tabel 2. Distribusi frekuansi dan persentase program pelayanan posyandu lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan (N=67)
Program
pelayanan    Frekuensi    Presentase ( % )
Buruk    0    0
Sedang    67    100
baik    0    0


    Tingkat Kepuasan Lansia
Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase tingkat kepuasan lansia di Puskesmas Darussalam Medan (N=67)
Tingkat kepuasan    frekuensi    Presentase (%)
Sangat puas    2    3
Puas    13    19,4
Tidak puas    52    77,6
Sangat tidak puas    0    0

    Hubungan Program Pelayanan Posyandu Lansia terhadap Tingkat Kepuasan Lansia
Tabel 4. Hasil analisis hubungan antara program pelayanan posyandu lansia dengan tingkat kepuasan lansia (N=67)
Tingkat kepuasan    frekuensi    Presentase (%)
Sangat puas    2    3
Puas    13    19,4
Tidak puas    52    77,6
Sangat tidak puas    0    0


    Pembahasan

     Dari data hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang hubungan program pelayanan posyandu lansia dengan tingkat kepuasan lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan.

    Program Pelayanan Posyandu Lansia
     Dari hasil distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan program pelayanan posyandu lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan, didapat bahwa lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan yang menjadi responden sebanyak 67 responden mendapatkan pelayanan posyandu lansia. Kategori pelayanan yang didapat oleh lansia-lansia tersebut adalah pelayanan sedang (100%). Hal ini menunjukkan bahwa puskesmas telah menjalankan program posyandu lansia dengan cukup baik sesuai peraturan dan ketetapan pemerintah walaupun belum dapat dikatakan baik karena ada beberapa program yang belum terlaksanakan.

     Latihan atau olahraga adalah salah satu kegiatan yang belum terlaksana dengan baik di Puskesmas Darussalam Medan. Suatu penelitian yang dilakukan Henry dan Lucy (2006) yaitu menerapkan sistem keperawatan rumah dan memberikan latihan fisik pada lansia untuk mengatasi kesepiannya agar tidak jatuh depresi. Hal ini memberikan dampak yang positif pada kesehatan lansia. Apabila latihan fisik pada lansia dapat dilakukan dengan baik maka pelayanan juga dapat menjadi lebih baik dan lebih berkualitas. Pelayanan perawatan lansia yang profesional/baik harus sesuai dengan standar perawatan keperawatan seperti kualitas, sesuai kebutuhan, etika dan sebagainya (Ston, Gaite & Eigeti, 1998). Selain itu untuk menjadi pelayanan yang baik juga harus memiliki nilai efektif, produktif, efisien, puas, dan adil (Ratminta & Winarsi, 2005).

    Tingkat Kepuasan Lansia
Bila dilihat dari hasil distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan tingkat kepuasan lansia, diperoleh data bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 77,6% dari 67 responden merasa tidak puas terhadap program posyandu lansia yang diberikan puskesmas. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya program posyandu lansia yang diterima oleh lansia. Serta dapat pula disebabkan karena responden yang ditemukan oleh peneliti adalah responden yang tidak mengikuti kelompok lansia yang diselenggarakan puskesmas, di mana kelompok lansia itu sendiri masih belum banyak diketahui para responden. Lansia akan menggunakan pelayanan jika sesuai dengan kebutuhannya (Notoadmojo, 1993), namun menurut lansia pada saat wawancara, lansia tersebut tidak membutuhkan kelompok lansia karena merasa terlalu tua, jadi lebih baik di rumah saja.
Semakin banyak pelayanan yang diterima oleh lansia maka tingkat kepuasan juga akan meningkat. Menurut Azwar (1996) yang dikutip oleh Awinda (2004) kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi sama sekali. Kepuasan seorang penerima jasa layanan dapat tercapai apabila kebutuhan, keinginan, dan harapan yang dapat dipenuhi melalui jasa atau produk yang dikonsumsinya. Dari hasil penelitian yang ditemukan pelayanan yang diterima para lansia masih belum optimal, sehingga tingkat kepuasannya juga tidak terlalu baik.

    Hubungan Program Posyandu Lansia terhadap Tingkat Kepuasan Lansia
Hasil analisis statistik dalam penelitian ini adalah bahwa program pelayanan posyandu lansia dengan kategori baik, sedang dan buruk memiliki hubungan terhadap tingkat kepuasan lansia dengan interpretasi agak rendah (r = 0.483). Hasil hubungan antara kedua variabel adalah signifikan dengan p = 0.000 (p<0.023 pada uji dua arah), sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima, artinya terdapat hubungan antara program pelayanan posyandu lansia dengan tingkat kepuasan lansia.

Hasil ini sesuai dengan Azwar (1996) yang dikutip oleh Awinda (2004) yang menyatakan bahwa kepuasan pasien/klien bersifat subyektif berorientasi pada individu dan sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan penduduk. Kepuasan klien dapat berhubungan dengan berbagai aspek di antaranya mutu pelayanan yang diberikan, kecepatan pemberian pelayanan, prosedur serta sikap yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri. Pada penelitian yang dilakukan dengan tujuan pengembangan indeks kepuasan pasien sebagai indikator persepsi pasien terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit Islam Jakarta Timur, diperoleh hasil bahwa indeks kepuasan pasien secara bersama-sama dengan indikator pelayanan rumah sakit yang lain mampu memberikan gambaran tentang tingkat keberhasilan dan keadaan pelayanan rumah sakit.

Mutu pelayanan yang baik akan memberikan kepuasan pasien yang pada akhirnya berdampak pada kunjungan selanjutnya. Hal ini juga diungkapkan oleh lansia yang mengikuti senam lansia yang diselenggarakan oleh puskesmas di Kalimantan Barat mengatakan “Saya merasa puas dengan adanya senam lansia di kelompok lansia ini, karena saya tidak merasa kesepian lagi” (Ismuningrum, 2005). Dengan begitu dapat dilihat adanya hubungan program pelayanan posyandu lansia dengan tingkat kepuasan lansia di daerah binaan Puskesmas Darussalam Medan.

E. KORELASI ANTARA ISI JURNAL DAN REALITA KLINIS
   
Dari hasil penelitian yang di lakukan oleh peneliti, sangat jelas terlihat hubungan antara isi jurnal dengan realita klinis di lapangan, di mana hasil yang di dapat dari penelitian, dari frekuensi dan persentase berdasarkan tingkat kepuasan lansia, diperoleh data bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 77,6% dari 67 responden merasa tidak puas terhadap program posyandu. Realitanya di klinis banyak program pelayanan posyandu yang tidak di laksanakan puskesmas lansia, serta kurangnya sosialisasi terhadap para lansia terhadap pentingnya kegiatan-kegiatan tersebut di ikuti, membuat pemahaman bagi para lansia bahwa kegiatan yang di laksanakan tidak sesuai atau bukan merupakan kebutuhan yang wajib di ikuti. Dari hasil penelitian yang ditemukan pelayanan yang diterima para lansia masih belum optimal, sehingga tingkat kepuasannya juga tidak terlalu baik hal ini sesuai dengan realita klinis yang ada di daerah binaan puskesmas Darussalam medan, juga banyak di temukan di puskesmas pelayanan lansia di daerah Sulawesi tenggara. Minimnya perhatian terhadap lansia membuat pandangan bahwa mutu pelayanan yang di berikan  di puskesmas tidaklah optimal.


F. PERBANDINGAN ISI JURNAL DENGAN TEORI
    Hasil yang di peroleh dari penelitian yang di laksanakan di puskesmas darussalem medan, menunjukan bahwa kenyataan yang ada isi jurnal ataupun hasil yang di dapatkan dari penelitian sangat jauh dengan teori yang ada. Dalam hal ini penerapan teori pemenuhan kebutuhan lansia oleh para ahli tidak lah di jadikan acuan dalam perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan posyandu.

 “Lansia akan menggunakan pelayanan jika sesuai dengan kebutuhannya (Notoadmojo, 1993),” 

     Namun menurut lansia pada saat wawancara, lansia tersebut tidak  membutuhkan kelompok lansia karena merasa terlalu tua, jadi lebih baik di rumah saja. Hal ini menunjukan bahwa kurangnya sosialisasi mengenai manfaat dan tujuan tiap kegiatan membuat pemahaman yang salah dari pada lansia. Seperti pula teori yang di kemukakan Menurut Azwar (1996) yang dikutip oleh Awinda (2004) ;

 “ Semakin banyak pelayanan yang diterima oleh lansia maka tingkat kepuasan juga akan meningkat. kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi sama sekali.”

Kepuasan seorang penerima jasa layanan dapat tercapai apabila kebutuhan, keinginan, dan harapan yang dapat dipenuhi melalui jasa atau produk yang dikonsumsinya. Dari hasil penelitian yang ditemukan pelayanan yang diterima para ansia masih belum optimal, sehingga tingkat kepuasannya juga tidak terlalu baik.

G. MANFAAT JURNAL

    Jurnal ini saya nilai sangat bermanfaat sebagai sumber informasi yang baik untuk para pembaca, juga untuk para pengatur kebijakan yang ada di posyandu lansia. serta sebagai pertimbangan untuk pelaksanaan perbaikan pelayanan posyandu lansia khususnya di daerah binaan puskesmas darussalem tersebut. Serta dapat di jadikan pedoman untuk menyusun program pelayanan posyandu dan sebagi  acuan mengatur strategi pelayanaan kegiatan di seluruh posyandu yang ada di Indonesia. Agar para lansia lebih dapat merasa di perhatikan, juga mendapat pelayanan yang sesuai dan bermanfaat dengan kebutuhannya.
H. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN JURNAL
    Kelebihan jurnal
1. Hasil yang di dapat dari penelitian merupakan kenyataan yang ada di lapangan. Dan dapat memperlihatkan bagaimana manajemen pengaturan posyandu lansia di puskesmas lansia darussalem.
2. Dari segi pembahasan mudah di pahami serta mudah saya akses.
3. Merupakan pengetahuan baru bagi saya.
4. Sebagai masukan untuk peneliti selanjutnya tentang keefektifan program puskesmas terhadap  peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

    Kekurangan jurnal
1. Seharusnya peneliti menuliskan secara lengkap biografi hidupnya atau memuat alamat-alamat yang dapat di akses untuk memperoleh informasi lebih lanjut
2. Dari analisis saya , penulis tidak mencantumkan tujuan umum dan tujuan khusus Penulisan jurnal.  

I. IMPLIKASI KEPERAWATAN

    Isi jurnal sangat dapat di manfaatkan dan di terapkan dalam ilmu keperawatan. Khususnya di bidang keperawatan komunitas dan gerontik sebagai upaya pengembangan dan pencegahan serta promosi kesehatan pada lansia.

Hal ini dapat berupa berbagai kreativitas kegiatan dalam pelaksanaan posyandu lansia misalnya mengadakan penyuluhan kesehatan, pemberian makanan bergizi, pengaktifan kelompok lansia dengan berbagai kegiatan kesehatan dan berbagi kegiatan lain. Pada pendidikan keperawatan terutama pada bidang komunitas, isi jurnal dapat menjadi landasan agar tenaga kesehatan dapat lebih memperhatikan kebutuhan – kebutuhan lansia yang tidak hanya pada keadaan sakit tapi juga pada keadaan sehat. Terutama kebutuhan akan mengatasi kesepiannya yang merupakan masalah utama pada lansia.

BAB IV
P E N U T U P

A. KESIMPULAN

     Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan mengenai hubungan program pelayanan posyandu lansia dengan tingkat kepuasan lansia di daerah binaanPuskesmas Darussalam Medan. Dengan jumlah 67 responden, ditemukan pada distribusi frekuensi karakteristik responden, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada usia 60–70 tahun (59,7%) dan di atas 70 tahun (40,3%) dengan jenis kelamin pria (50,7%) dan wanita (49,3%). Mayoritas responden menikah dan masih memiliki pasangan (70,1%) sedangkan janda/duda (29,9%). Persentase agama adalah Islam (38,8%), Protestan (58,2%), dan Katolik (3%). Responden kebanyakan memiliki status pendidikan terakhir SD (37,3%). Sedangkan berdasarkan suku responden mayoritas (64,2%) Batak.

Keseluruhan responden mendapat pelayanan dengan kategori sedang (100%) dengan tingkat kepuasan responden tidak puas (77.6%), merasa puas (19,4%), dan sangat puas (3%). Program pelayanan posyandu lansia memiliki hubungan signifikan dengan tingkat kepuasan di mana p<0.025 (pada dua arah), sehingga Ha dapat diterima. Sedangkan kekuatan hubungan antara program pelayanan posyandu lansia dengan tingkat kepuasan lansia memiliki interpretasi agak rendah dengan r sebesar 0.483. Berdasarkan table kriteria penafsiran korelasi menurut Arikunto (2002), bahwa kedua variable tersebut memiliki hubungan dengan interpretasi agak rendah (r pada 0.4–0.6).

B. SARAN

    Untuk praktik keperawatan
Dalam praktik keperawatan komunitas agar dapat mengembangkan kemampuan untuk pencegahan dan promosi kesehatan pada lansia. Hal ini dapat berupa berbagai kreativitas kegiatan dalam pelaksanaan posyandu lansia misalnya mengadakan penyuluhan kesehatan, pemberian makanan bergizi, pengaktifan kelompok lansia dengan berbagai kegiatan kesehatan dan berbagi kegiatan lain.

    Untuk penelitian keperawatan
 Adanya hubungan antara program pelayanan posyandu lansia dengan tingkat kepuasaan lansia dapat menjadi masukan untuk peneliti selanjutnya tentang keefektifan program puskesmas terhadap peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Peneliti berikutnya juga perlu menggunakan jumlah sampel yang lebih representatif dengan menggunakan teknik sampling yang lebih tepat agar mendapatkan keadaan masyarakat lebih jelas lagi. Hasil penelitian yang memiliki hubungan agak rendah, dapat menjadi rekomendasi bagi peneliti selanjutnya untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan lansia.

    Untuk pendidikan keperawatan
Pada pendidikan keperawatan terutama pada bidang komunitas agar dapat lebih memperhatikan kebutuhan – kebutuhan lansia yang tidak hanya pada keadaan sakit tapi juga pada keadaan sehat. Terutama kebutuhan akan mengatasi kesepiannya yang merupakan masalah utama.


Daftar pustaka

Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Effendi, N. (1998). Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC.

Hamid, A. Y. (2001). Psikologi perkembangan pribadi dari bayi sampai lanjut usia. Jakarta: Universitas Indonesia.

Muninjaya, A. A. (2004). Manajemen kesehatan, Ed:2. Jakarta: EGC.

Nugroho. (2000). Perawatan gerontik. Jakarta:EGC.

Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Medika Salemba.

Simatupang, R. B. (2005). Perbedaan tingkat kepuasan pasien rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit Pirngadi Medan. PSIK FK USU: tidak dipublikasikan.

Tugas     ; Menejemen Keperawatan
Kelas     ; C4.keperawatan
Dosen ; Fransiska tatto D,L. S.kep. Ns

ANALISIS JURNAL MENEJEMEN KEPERAWATAN
HUBUNGAN PROGRAM PELAYANAN POSYANDU LANSIA TERHADAP TINGKAT KEPUASAN LANSIA DI DAERAH BINAAN PUSKESMAS DARUSSALAM MEDAN


Oleh

RAHMAWATI.TACHIR
P.2009.01.221


Program studi ilmu keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MANDALA WALUYA
KENDARI
2012

Sabtu, 26 Mei 2012

askep diare

LAPORAN PENDAHULUAN

I.     KONSEP DASAR MEDIS
A.    Pengertian
Beberapa pengertian diare:
1.      Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 1999).
2.      Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari.
3.      Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997).
4.      Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.
5.       C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
6.      Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.


B.     Jenis Diare
Ada beberapa jenis diare, yaitu:
1.      Diare cair akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari) dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa darah, mungkin disertai muntah dan panas. Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2.      Disentri, yaitu diare yang disertai darah dengan atau tanpa lendir dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kerusakan mukosa usus karena bakteri invasif.
3.      Diare persisten, yaitu diare yang mula-mula bersifat akut namun berlangsung lebih dari 14 hari. Episode ini dapat dimulai sebagai diare cair atau disentri. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
4.      Diare dengan masalah lain. Anak yang menderita diare (diare akut dan persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain seperti demam, gangguan gizi, atau penyakit lainnya. Tatalaksana penderita diare ini berdasarkan acuan baku diare dan tergantung juga pada penyakit yang menyertainya.
Menurut pedoman MTBS (2000), diare dapat dikelompokkan menjadi :
1.      Diare akut : terbagi atas diare dengan dehidrasi berat, diare dengan dehidrasi sedang, diare dengan dehidrasi ringan.
2.      Diare persiten : jika diare berlangsung 14 hari/ lebih. Terbagi atas diare persiten dengan dehidrasi dan persiten tanpa dehidrasi.
3.      Disentri : jika diare berlangsung disertai dengan darah
Pedoman MTBS tentang klasifikasi diare
Tanda dan Gejala Yang Tampak
Klasifikasi
Terdapat 2 atau lebih tanda dan gejala berikut :
·         Letargi/ tdk sadar
·         Mata cekung
·         Tdk bisa minum/malas minum
·         Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat
diare dengan dehidrasi berat
Terdapat 2 atau lebih tanda dan gejala berikut :
·         Gelisah, rewel atau mudah marah
·         Mata cekung
·         Haus, minum dengan lahap
·         Cubitan kulit perut kembalinya lambat
dehidrasi dengan dehidrasi ringan/ sedang
Tdk cukup tanda2 untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau ringan/ sedang
diare tanpa dehidrasi
Diare selama 14 hari atau lebih disertai dengan dehidrasi
diare persiten berat
Diare selama 14 hari atau lebih tanpa disertai dengan dehidrasi
diare persiten
Terdapat darah dalam tinja (berak campur darah)
disentri

C.    Etiologi
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1.      Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a.       Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b.      Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2.      Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
a.       Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
b.      Kurang kalori protein.
c.       Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
1.      Faktor infeksi
a.       Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
b.      Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2.         Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3.      Faktor Makanan:
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4.      Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).
D.    Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1.      Gangguan osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2.      Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.
3.      Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1.      Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2.      Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun
dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3.      Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen
dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4.      Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
a.    Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah hebat.
b.    Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
c.    Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5.      Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
E.     Manifestasi Klinis
a. Muntah
b. Demam
c. Nyeri Abdomen
d. Membran mukosa mulut dan bibir kering
e. Fontanel Cekung
f. Kehilangan berat badan
g. Tidak nafsu makan
h. Lemah
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).
Tanda-tandanya:
·         Berak cair 1-2 kali sehari
·         Muntah tidak ada
·         Haus tidak ada
·         Masih mau makan
·         Masih mau bermain
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang.
Tanda-tandanya:
·         Berak cair 4-9 kali sehari
·         Kadang muntah 1-2 kali sehari
·         Kadang panas
·         Haus
·         Tidak mau makan
·         Badan lesu lemas
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.
Tanda-tandanya:
·         Berak cair terus-menerus
·         Muntah terus-menerus
·         Haus sekali
·         Mata cekung
·         Bibir kering dan biru
·         Tangan dan kaki dingin
·         Sangat lemah
·         Tidak mau makan
·         Tidak mau bermain
·         Tidak kencing 6 jam atau lebih
·         Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi.
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul).
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
F.     Komplikasi
1.      Kehilangan air dan elektrolit : Dehidrasi, Hipokalemia, Asidosis metabolik, Kejang, Alkalosis metabolik
2.      Gangguan sirkulasi darah : Syok hipovolemik
3.      Gangguan gizi : Hipoglikemia, Malnutrisi energi protein, Intolerasi laktosa sekunder
G.    Penentuan Derajat Dehidrasi
4.      Berdasarkan BB :
a.       Ringan : penurunan BB < 5 %
b.      Sedang : penurunan  BB 5 – 10 %
c.       Berat : penurunan BB > 10 %
5.    Menurut Haroen Noerasid (modifikasi) :
a.       Ringan : Rasa haus dan Oliguria ringan
b.      Sedang : Tanda diatas + turgor kulit ↓, ubun-ubun dan mata cekung
c.       Berat : Tanda diatas + somnolen, sopor, koma, syok, nafas kussmaul
3.       Berdasarkan ketonusan cairan
a.       Dehidrasi Isotonis
1)      Kehilangan air dan Na dalam proporsi yang sama.
2)      Merupakan dehidrasi yang terjadi karena diare
3)      Tanda : sangat cepat, haus ekstremitas dingin dan berkeringat, kesadaran menurun dan muncul gejala syok hipovolemik
b.      Dehidrasi Hipertonis
1)      Terdapat kekurangan cairan air dan Na tetapi proporsi kehilangan air lebih banyak (Na >150 mmol/L)
2)      Tanda  : anak sangat haus,iritabel
c.       Dehidrasi Hipotonis
1)      Terdapat kekurangan cairan air dan Na tetapi proporsi kehilangan Na lebih banyak (Na >130 mmol/L)
2)      Tanda : anak letargi, kejang.
H.    Pemeriksaan Penunjang
1.      Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
2.      Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah putih.
3.      Untuk mengetahui organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan terhadap contoh tinja.
4.      Pemeriksaan laboratorium.
a.       Pemeriksaan tinja.
b.      Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup, bila memungkinkan.
c.       Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
d.      Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
I.       Penatalaksanaan
1.      Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
a.       Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
1)      Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
a)      Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).
Tindakan:
·         Untuk mencegah dehidrasi, beri anak minum lebih banyak dari biasanya .
·         ASI (Air Susu Ibu) diteruskan
·         Makanan diberikan seperti biasanya
·         Bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa ke Puskesmas terdekat
b)        Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang.
Tindakan:
·         Berikan oralit
·         ASI (Air Susu Ibu) diteruskan
·         Teruskan pemberian makanan
·         Sebaiknya yang lunak, mudah dicerna dan tidak merangsang
·         Bila tidak ada perubahan segera bawa kembali ke Puskesmas terdekat
c)         Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat .
Tindakan:
·         Segera bawa ke Rumah Sakit / Puskesmas dengan fasilitas Perawatan
·         Oralit dan ASI diteruskan selama masih bisa minum
Takaran Pemberian Oralit.
Ø  Di bawah 1 tahun
3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0.5 gelas setiap kali mencret .
Ø  Di bawah 5 tahun (anak balita)
3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali mencret
Ø  Anak di atas 5 tahun
3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap kali mencret.
Ø  Anak diatas 12 tahun dan dewasa
3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap kali mencret (1 gelas : 200 cc)
2)      Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
a)      Untuk anak umur 1 bulan - 2 tahun berat badan 3 - 10 kg :
Ø  1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
Ø  7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
Ø  16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
b)        Untuk anak lebih dari 2 - 5 tahun dengan berat badan 10 - 15 kg
Ø  1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
c)         Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg.
Ø  1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
Ø  7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
Ø  16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
d)         Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2 -3  kg.
Ø  Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %. Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
e)          Untuk bayi berat badan lahir rendah.
Ø  Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
b.      Pengobatan dietetic
1)      Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
a)      Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh
b)      Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
c)      Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
2)      Untuk anak di atas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg. Jenis makanannya adalah makanan padat atau makanan cair/ susu sesuai dengan kebiasaan makan di rumah.
c.       Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dll)
1)      Obat antisekresi
2)      Obat antispasmolitik
3)      Obat pengeras tinja
4)      Antibiotika, kapan perlu
2.      Keperawatan
Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadinya gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai proses penyakit. Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan penataan lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.

II.      KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A.    Pengkajian (Anak Usia 3 Tahun)
1.      Keluhan Utama : Buang air berkali-kali dengan konsistensi encer
2.      Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk Rumah Sakit dengan keluhan buang air cair berkali-kali baik disertai atau tanpa dengan muntah, tinja dpat bercampur lendir dan atau darah, keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan meningkat, volume diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran.
3.      Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Meliputi pengkajian riwayat :
a)      Prenatal
Kehamilan yang keberapa, tanggal lahir, gestasi (fulterm, prematur, post matur), abortus atau lahir hidup, kesehatan selama sebelumnya/kehamilan, dan obat-obat yang dimakan serta imunisasi.
b)      Natal
Lamanya proses persalinan, tempat melahirkan, obat-obatan, orang yang menolong persalinan, penyulit persalinan.
c)      Post natal
Berat badan nomal 2,5 Kg - 4 Kg, Panjang Badan normal 49 -52 cm, kondisi kesehatan baik, apgar score , ada atau tidak ada kelainan kongenital.
d)     Feeding
Air susu ibu atau formula, umur disapih (2 tahun), jadwal makan/jumlahnya, pengenalan makanan lunak pada usia 4-6 bulan, peubahan berat-badan, masalah-masalah feeding (vomiting, colic, diare), dan penggunaan vitamin dan mineral atau suplemen lain.
e)      Penyakit sebelumnya
Penyebabnya, gejala-gejalanya , perjalanan penyakit, penyembuhan,  kompliksi, insiden penyakit dalam keluarga atau masyarakat, respon emosi terhadap rawat inap sebelumnya.
f)       Alergi
Apakah pernah menderita hay fever, asthma, eksim. Obat-obatan, binatang, tumbuh-tumbuhan, debu rumah
g)      Obat-obat terakhir yang didapat
Nama, dosis, jadwal, lamanya, alasan pemberian.
h)      Imunisasi
Polio, hepatitis, BCG, DPT, campak, sudah lengkap pada usia 3 tahun, reaksi yang terjadi adalah biasanya demam, pemberian serum-serum lain, gamma globulin/transfusi, pemberian tubrkulin test dan reaksinya.
i)        Tumbuh Kembang
Berat waktu lahir 2, 5 Kg - 4 Kg. Berat badan bertambah 150 - 200 gr/minggu, TB bertambah 2,5 cm / bulan, kenaikan ini terjadi sampai 6 bulan. Gigi mulai tumbuh pada usia 6-7 bulan, mulai duduk sendiri pada usia 8-9 bulan, dan bisa berdiri dan berjalan pada usia 10-12 bulan.
4.      Riwayat Psikososial
Anak sangat menyukai mainannya, anak sangat bergantung kepada kedua orang tuanya dan sangat histeris jika dipisahkan dengan orang tuanya. Usia 3 tahun (toddlers) sudah belajar bermain dengan teman sebaya.
5.      Riwayat Spiritual
Anak sudah mengenal beberapa hal yang bersifat ritual misalnya berdoa.
6.      Reaksi Hospitalisasi
a)      Kecemasan akan perpisahan : kehilangan interaksi dari keluarga dan lingkungan yang dikenal, perasaan tidak aman, cemas dan sedih
b)      Perubahan pola kegiatan rutin
c)      Terbatasnya kemampuan untuk berkomunikasi
d)     Kehilangan otonomi
e)      Takut keutuhan tubuh
f)       Penurunan mobilitas seperti kesempatan untuk mempelajari dunianya dan terbatasnya kesempatan untuk melaksanakan kesenangannya
7.      Aktivitas Sehari-Hari
a)      Kebutuhan cairan pada usia 3 tahun adalah 110-120 ml/kg/hari
b)      Output cairan :
IWL (Insensible Water Loss)
{  Anak : 30 cc / Kg BB / 24 jam
{  Suhu tubuh meningkat : 10 cc / Kg BB + 200 cc (suhu tubuh - 36,8 oC)
SWL (Sensible Water Loss) adalah hilangnya cairan yang dapat diamati, misalnya berupa kencing dan feces. Yaitu :
{  Urine : 1 - 2 cc / Kg BB / 24 jam
{  Faeces : 100 - 200 cc / 24 jam
c)      Pada usia 3 tahun sudah diajarkan toilet training.
8.      Pemeriksaan Fisik
a)      Tanda-tanda vital
·         Suhu badan : mengalami peningkatan
·         Nadi : cepat dan lemah
·         Pernafasan : frekuensi nafas meningkat
·         Tekanan darah : menurun
b)      Antropometri
Pemeriksaan antropometri meliputi berat badan, Tinggi badan, Lingkaran kepala, lingkar lengan, dan lingkar perut. Pada anak dengan diare mengalami penurunan berat badan.
c)      Pernafasan
Biasanya pernapasan agak cepat, bentuk dada normal, dan tidak ditemukan bunyi nafas tambahan.
d)     Cardiovasculer
Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, denyut nadi cepat dan lemah.
e)      Pencernaan
Ditemukan gejala mual dan muntah, mukosa bibir dan mulut kering, peristaltik usus meningkat, anoreksia, BAB lebih 3 x dengan konsistensi encer.

f)       Perkemihan
Volume diuresis menurun.
g)      Muskuloskeletal
Kelemahan fisik akibat output yang berlebihan.
h)      Integumen
Lecet pada sekitar anus, kulit teraba hangat, turgor kulit jelek
i)        Endokrin
Tidak ditemukan adanya kelaianan.
j)        Penginderaan
Mata cekung, Hidung, telinga tidak ada kelainan
k)      Reproduksi
Tidak mengalami kelainan.
l)        Neurologis
Dapat terjadi penurunan kesadaran.
9.      Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
a)      Motorik Kasar
Sudah bisa naik/turun tangga tanpa dibantu, mamakai baju dengan bantuan, mulai bisa bersepeda roda tiga.
b)      Motorik Halus
Menggambar lingkaran, mencuci tangan sendiri dan menggosok gigi
10.  Personal Sosial
Sudah belajar bermain dengan teman sebayanya.
B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus.
3.      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi pada usus.
4.      Resiko terjadi infeksi sekunder berhubungan dengan iritasi pada anus akibat diare.
5.      Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya BAB.
6.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan aktivasi RAS.
7.      Nyeri (akut) berhubungan dengan hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
8.      Kecemasan keluarga berhubungan dengan  perubahan status kesehatan anaknya.
9.      Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan dengan pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.
C.       Rencana Keperawatan
Dx.1 Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan
Tujuan : Kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan kriteria tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Intervensi :
1.      Berikan cairan oral dan parenteral sesuai dengan program rehidrasi.
Rasional : Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan yang keluar bersama feses.
2.      Pantau intake dan output.
Rasional : Memberikan informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan pengganti.
3.      Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil pemeriksaan laboratorium.
Rasional : Menilai status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan asam basa.
4.      Kolaborasi pelaksanaan terapi definitive.
Rasional : Pemberian obat-obatan secara kausal penting setelah  penyebab diare diketahui
Dx.2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria terjadi peningkatan berat badan.
Intervensi :
1.      Pertahankan tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut.
Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolik.
2.      Pertahankan status puasa selama fase akut (sesuai program terapi) dan segera mulai pemberian makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan.
Rasional : Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan peristaltik sehingga terjadi kekurangan nutrisi.
3.      Pemberian makanan sesegera mungkin penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.Bantu pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan program diet.
Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
4.       Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi
Rasional :Mengistirahatkan kerja gastrointestinal dan mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih lanjut
Dx.3 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi pada usus.
Tujuan : Anak menunjukan suhu tubuh dalam batas normal (36-37˚C)
Intervensi :
1.      Pantau suhu tubuh klien setiap 1 jam, perhatikan apakah klien menggigil.
Rasional : Untuk memantau peningkatan suhu tiba-tiba. Suhu 38,9˚ C – 41,1˚ C menunjukan proses infeksi. Menggigil sering mendahului puncak peningkatan suhu.

2.      Pertahankan lingkungan yang sejuk.
Rasional : Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahakan suhu mendekati normal.
3.      Beri kompres hangat dan hindari penggunaan alkohol/es.
Rasional :   Membantu mengurangi demam. Alkohol / air es dapat menyebabkan kedinginan dan mengeringkan kulit.
4.      Kolaborasi untuk memberikan antipiretik (asetaminofen, ibuprofen) sesuai indikasi.
Rasional :   Mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipotalamus.
Dx.4 Resiko terjadi infeksi sekunder berhubungan dengan iritasi pada anus akibat diare.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi sekunder dengan kriteria klien bebas dari tanda-tanda infeksi sistemik atau lokal.
Intervensi :
1.      Pertahankan keadaan kulit sekitar anus tetap kering dan bersih.
Rasional :   Mencegah terjadinya kontaminasi dan penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
2.      Pertahankan teknik aseptik dalam melakukan tindakan invasif.
Rasional :   Menurunkan resiko terjadinya infeksi silang.
3.      Libatkan keluarga dalam program perawatan klien untuk mempertahankan kulit tetap kering.
Rasional :   Membantu meningkatkan peran keluarga dan memberikan pemahaman tentang perawatan klien.
4.       Kolaborasi untuk pemberian antimikrobial/antibiotik sesuai indikasi.
Rasional :   Menurunkan kolonisasi bakteri atau jamur disekitar anus.
Dx.5 Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya BAB.
Tujuan : Klien dapat mempertahankan integritas kulit dalam keadaan normal.

Intervensi :
1.      Pertahankan keadaan kulit sekitar anus tetap kering dan bersih.
Rasional :  Mencegah terjadinya kontaminasi dan iritasi.
2.      Berikan perawatan kulit secara rutin, observasi pakaian klien agar tetap kering dan steril.
Rasional :   Mencegah terjadinya kerusakan dan meningkatkan penyembuhan.
3.      Pertahankan keadaan kulit sekitar anus tetap kering dan bersih. Observasi ketat pada lipatan kulit
Rasional : Kelembaban atau akskroriasi meningkatkan pertumbuhan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi.
4.      Ajarkan kepada keluarga untuk tidak memberikan tekanan pada bagian tubuh tertentu.
Rasional : Menurunkan tekanan sehingga dapat meningkatkan sirkulasi perifer dan menurunkan resiko kerusakan kulit.
Dx. 6 Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan aktivasi RAS.
Tujuan : Klien dapat beristirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan secara teratur.
Intervensi        :
1.      Kaji kebiasaan tidur dan perubahan yang terjadi.
 Rasional:     Mengidentifikasi dan menentukan intervensi yang tepat.
2.      Ciptakan tempat tidur yang nyaman.
Rasional:    Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologi – psikologis.
3.      Ciptakan lingkungan yang kondusif dengan mengurangi kebisingan.
Rasional:    Memberikan situasi yang kondusif untuk tidur/istirahat.
4.      Hindari mengganggu klien bila mungkin (misalnya; membangunkan untuk obat dan terapi)
Rasional:    Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan klien mungkin tidak dapat tidur setelah di bangunkan.
Dx.7 : Nyeri (akut) berhubungan dengan hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
Tujuan : Nyeri berkurang dengan kriteria tidak terdapat lecet pada perirektal
Intervensi :
1.      Atur posisi yang nyaman bagi klien, misalnya dengan lutut fleksi.
Rasional : Menurunkan tegangan permukaan abdomen dan mengurangi nyeri.
2.      Lakukan aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa nyaman seperti masase punggung dan kompres hangat abdomen.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, mengalihkan fokus perhatian klien dan meningkatkan kemampuan koping.
3.      Bersihkan area anorektal dengan sabun ringan dan air setelah defekasi dan berikan perawatan kulit
Rasional : Melindungi kulit dari keasaman feses, mencegah iritasi.
4.      Kolaborasi pemberian obat analgetika dan atau antikolinergik sesuai indikasi.
Rasional : Analgetik sebagai agen anti nyeri dan antikolinergik untuk menurunkan spasme traktus GI dapat diberikan sesuai indikasi klinis.
5.       Kaji keluhan nyeri dengan Visual Analog Scale (skala 1-5), perubahan karakteristik nyeri, petunjuk verbal dan non verbal.
Rasional : Mengevaluasi perkembangan nyeri untuk menetapkan intervensi selanjutnya.
Dx.8 : Kecemasan keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan anaknya.
Tujuan : Keluarga mengungkapkan kecemasan berkurang.
Intervensi :
1.      Dorong keluarga klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan balik tentang mekanisme koping yang tepat.
Rasional : Membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan dan alternatif pemecahan masalah
2.      Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada orang tua klien yang anaknya mengalami masalah yang sama.
Rasional : Membantu menurunkan stres dengan mengetahui bahwa klien bukan satu-satunya orang yang mengalami masalah yang demikian.
3.      Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus dalam membantu klien.
Rasional : Mengurangi rangsang eksternal yang dapat memicu peningkatan kecemasan.
Dx.9 : Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.
Tujuan : Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan anaknya, serta mampu mendemonstrasikan perawatan anak di rumah.
Intervensi :
1.      Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan tentang penyakit dan perawatan anaknya.
Rasional : Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar belakang pengetahuan sebelumnya.
2.      Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari aktivitas sehari-hari.
Rasional : Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan partisipasi keluarga klien dan keluarga dalam proses perawatan klien.
3.      Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta efek samping yang mungkin timbul
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan partisipasi keluarga klien dalam pengobatan.
4.      Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi
Rasional : Meningkatkan kemandirian dan kontrol keluarga klien terhadap kebutuhan perawatan diri anaknya.
D.       Implementasi
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang telah direncanakan sebelumnya.
E.       Evaluasi
Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan sejauhmana tujuan tersebut tercapai. Bila ada yang belum tercapai maka dilakukan pengkajian ulang, kemudian disusun rencana, kemudian dilaksanakan dalam implementasi keperawatan lalau dievaluasi, bila dalam evaluasi belum teratasi maka dilakukan langkah awal lagi dan seterusnya sampai tujuan tercapai.
















ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN “DIARE”

I.     Biodata
A.    Identitas Klien
1. Nama Klien                         : An. “F”
2. Tempat Tanggal Lahir         : Kendari, 7 Oktober 2009 (1 tahun 6 bulan)
3. Jenis kelamin                       : Laki-laki
4. A g a m a                             : Islam
5. Pendidikan                          : -
6. Alamat                                : Jl. Torada
7. Tanggal Masuk                    : 4 April 2011
8. Tgl pengkajian                     : 5 April 2011
9. Diagnosa medik                  : Diare
    10. Rencana terapi                    : Cotrimoksazole 2 x 1 cth
                                                        IVFD Assering sist. 24 jam
                                                 4 jam I          : 42 tts/menit                                                     20 jam II       : 24 tts/menit
B.     Identitas Orang tua
1. Ayah
      a. N a m a                                      : Tn. A
      b. U s i a                                        : 37 tahun
      c. Pendidikan                                : S1
      d. Pekerjaan/sumber penghasilan : Wiraswasta
      e. A g a m a                                   : Islam
      f. Alamat                                       : Jl. Torada
2. Ibu
      a. N a m a                                      : Ny. H
      b. U s i a                                        : 32 tahun
      c. Pendidikan                                : S M A
      d. Pekerjaan/Sumber penghasilan: URT
      e. Agama                                       : Islam
      f. Alamat                                       : Jl. Torada
      C. Identitas Saudara Kandung    
No

N A M A

U S I A
HUBUNGAN
STATUS KESEHATAN
1.
An. C
5 tahun
Saudara kandung (kakak)
Sehat

II. Keluhan Utama/Alasan Masuk Rumah Sakit
      Ibu klien mengatakan anaknya berak-berak dengan konsistensi encer.
III. Riwayat Kesehatan
A.    Riwayat Kesehatan Sekarang :
Berak-berak dialami sejak dua hari yang lalu, frekuensi lebih dari 10 kali. Feces encer, berair,ada lendir tidak ada darah. Muntah lebih dari 10 kali, menyemprot, isi muntahan susu yang diminum. Sebelum ke RS orang tua klien membawa anaknya ke dokter praktek dan diberi resep, tapi resep tersebut tidak ditebus. Kemudian orang tua membawa anaknya ke RS di UGD setelah dianamnese klien langsung dibawa ke Perawatan Anak dan langsung ditindaki berupa pemasangan infus Assering sistem 24 jam. Diare yang dialami klien menurut orang tua tidak dia ketahui apa penyebabnya, konsistensinya encer, warna kuning, bau busuk dan setiap selesai minum susu klien akan berak dan muntah.
B.     Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak usia 0 – 5 tahun)
1. Prenatal care
a.       Ibu memeriksakan kehamilannya setiap bulan di Puskesmas.
b.      Keluhan selama hamil yang dirasakan oleh ibu tidak ada, tapi oleh dokter dianjurkan untuk rutin memeriksakan kehamilannya karena ibu menderita Hipertensi di trisemester terakhir kehamilan.
c.       Ibu tidak ada riwayat terkena sinar yang membahayakkan kehamilan dan tidak  mengkonsumsi obat-obatan secara rutin.       
d.      Ibu lupa akan kenaikan berat badan selama hamil.
e.       Imunisasi TT  kurang lebih dua kali menurut ibu.
f.       Golongan darah ibu A Golongan darah ayah B
2.       Natal
a.   Tempat melahirkan : Rumah Sakit Provinsi.
                  b.   Jenis persalinan  normal.
                  c.   Penolong persalinan dilakukan oleh dokter dan bidan
e.       Tidak ada komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan setelah melahirkan.          
            3. Post natal
a.       Kondisi bayi : BB lahir 2800 gram, PB 60 cm.
b.      Anak pada saat lahir tidak mengalami  penyakit kuning, kebiruan , kemerahan ,problem menyusui , BB tidak stabil
            (Untuk semua Usia)
1.      Klien pernah mengalami diare pada umur 4 bulan dan hanya diberikan obat oleh dokter anak praktek tanpa opname                   
2.      Klien tidak pernah mengalami kecelakaan baik jatuh, tenggelam,lalu lintas atau, keracunan.
3.      Klien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan berbahaya tanpa anjuran dokter dan menggunakan zat / subtansi kimia yang berbahaya.
4.      Perkembangan anak dibanding saudara-saudaranya sama.
C.     Riwayat Kesehatan Keluarga
1.      Dalam keluarga ada riwayat alergi berupa gatal-gatal pada kulit terutama ibu jika mengkonsumsi makanan seperti terasi dan ikan kering.





2.     
?
X
X
X
Genogram
                ?                                                                                                                    
?
?
?
32
37
?
X
?
 


                                                                                                                                                     
1,6